10 Feb 2012

SALAH SATU DEFINISI SPIRITUAL ADALAH KEBEBASAN JIWA. MENGIKATKAN JIWA PADA ATURAN ALAM ADALAH KEBEBASAN YANG SESUNGGUHNYA

Berjalan-jalan sore di kawasan kota tua Jakarta Utara, yang kemudian oleh Pemerintah Daerah dijadikan kawasan wisata. Hari minggu atau libur seperti ini, orang-orang menyemut. Sebagian besar para pengunjung adalah abg dan remaja tanggung. Banyak komunitas yang ingin menunjukkan existensi mereka. Beberapa komunitas Punk-ers duduk di pojokan dengan dandanan yang aneh. Beberapa kelompok seniman jalanan pun tidak mau kalah, menunjukkan karya mereka. Mendengarkan sekelompok grup musik jalanan yang membawakan lagu hasil karya mereka sendiri. Terdengar aneh di telinga namun indah, syairnya meneriakkan keresahan mereka sebagai “wong cilik”. Kepada pemerintah bahkan kepada Tuhan yang mereka yakini.



Aku berhenti dan memperhatikan seorang seniman lukis sedang menuangkan karyanya di atas sebuah kertas karton berukuran poster. Sejenak aku terpaku takjub. Terlihat gambar dua orang yang sedang berteriak. Walaupun hanya berwarna hitam putih, tetapi gambar tersebut begitu indah dan hidup. Padahal jelas ku lihat, sang seniman hanya menggunakan beberapa batang pensil dengan ketebalan yang berbeda. Dia tidak lagi menggambar dengan fikirannya. Tetapi dengan seluruh jiwanya. Bias energi jiwanya sangat terasa pada gambar yang begitu indah dan begitu hidup itu. Aku teringat belasan tahun yang lalu ketika kelompok musik Guns ‘n Roses lagi berada di atas daun. Dalam satu majalah aku pernah membaca bahwa gitaris hebatnya Slash selalu mabok minuman dulu sebelum manggung. Ketika di wawancarai apa alasannya, dia mejawab, “minuman mematikan fikiran ku, dengan begitu aku bisa bermain dengan segenap jiwa ku”.



Aku juga teringat film “hachiko” (seekor anjing yang sangat setia pada tuannya yang seorang professor seni musik). Sang profesor pernah berkata pada mahasiswanya, bahwa ketika mendengarkan karya musik dari media rekam, kita hanya bisa menikmati komposisi musik yang terdengar. Tetapi kita sama sekali tidak pernah bisa merasakan gejolak jiwa sang seniman ketika mereka memainkan musik atau menyanyikan lagu.



Aku melanjutkan melangkah dan berhenti di salah satu stand seniman tatto. Ada banyak stand para seniman rajjah tubuh di sini. Memperhatikan seorang perajah sedang menggambar di perut seorang remaja punk, dengan jarum dan kapas. Gambar kepala harimau yang sedang memamerkan giginya. Begitu hidup dan indah. Yang menggambar bukan lagi fikiran fisiknya. Tetapi jiwanya. Jiwanya lah yang membentuk gambar itu menjadi hidup dan indah.



Di sebelah utara, ada komunitas motor gede yang juga ingin exis. Umumnya mereka adalah para punkers yang lebih dewasa dan berduit. Komunitas mereka sering melakukan kegiatan-kegiatan sosial seperti memberi makan para gembel jalanan dan pengemis dan lainnya. Bahkan ada beberapa dari mereka yang mau menyisihkan uangnya untuk membangun rumah singgah para anak-anak gembel jalanan untuk dididik dan diarahkan.



Kebanyakan para seniman jalanan dan para punkers adalah orang-orang yang mempunyai jiwa yang bebas, tidak terikat pada isme apapun. Ketidak terikatan jiwa mereka pada apapun, yang membuat mereka bebas perexpresi melakukan hal-hal positif yang justru kadang tidak disangka oleh banyak orang. Membebaskan jiwa bukan berarti bebas melakukan apa saja tanpa kontrol diri. Membebaskan jiwa berarti membiarkan jiwa berguru pada alam dan alam sendiri yang akan mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk buat mereka dan lingkungan mereka, dan alam juga yang akan mengajarkan mereka kontrol diri yang sebenarnya. Orang-orang seperti mereka justru lebih bermoral tanpa pamrih dibandingkan orang-orang yang mengikatkan jiwa mereka pada aturan baku seperti agama dan hukum negara. Bahkan orang-orang seperti mereka mempunyai toleransi dan fleksibilitas yang tinggi terhadap orang lain dan lingkungannya.



Orang-orang yang mengikatkan jiwa pada aturan baku malah terlihat kaku dan kurang peka pada gejolak sosial. Lihat para agamawan yang teriak-teriak di jalanan, di berbagai media dengan mendiskreditkan agama lainnya atau memaksakan kebenaran yang hanya dari persepsi mereka saja bahkan bila perlu dengan kekerasan yang menabrak moralitas kemanusiaan. Petantang-petenteng merasa diri paling benar hingga bahkan berani melawan hukum negara dimana mereka tinggal. Lihat para pejabat terhormat dan korup yang mengikatkan jiwanya pada aturan-aturan baku hukum negara, hingga sanggup dan berani memelintir aturan itu sendiri untuk kepentingan diri dan kelompoknya saja. Yang selalu membuat kebijakan yang tidak memihak rakyat kebanyakan.



Bagi ku pribadi, salah satu definisi spiritual adalah kebebasan jiwa. Maka berarti para seniman jalanan dan para punkers adalah para spiritualis sejati yang sesungguhnya. Mereka bebas mengexpresikan gejolak jiwa mereka dengan cara apa saja yang tentu saja dengan terukur dan terkontrol. Jiwa mereka tidak terikat pada aturan apapun yang di buat manusia. Tetapi terikat pada aturan alam, dan mengikatkan jiwa pada aturan alam justru adalah kebebasan yang sesungguhnya.



INDI SUJAWE

Praktisi Spiritual dan Shamanistic.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar