3 Feb 2012

Oh (Allah menciptakan agama ?)

by Leonardo Rimba on Thursday, February 2, 2012 at 1:16pm

Menurut anthropolog Prof Koentjaraningrat, yg dinamakan budaya Indonesia adalah puncak-puncak dari semua budaya etnik yg ada di Indonesia. Itu benar, tetapi periode kapan? Kalau puncak adalah masa lalu, maka itu tidak benar. Puncak budaya selalu berada disini dan saat ini. Puncak budaya Indonesia adalah yg anda lihat di depan mata kepala anda saat ini juga. Banyak pergeseran menjadi Post Modern. Dan itulah puncaknya, bukan di masa lalu.



Kalau anda lihat ternyata orang Indon gemar pakai nama-nama berbahasa Inggris untuk perumahan-perumahan baru yg disebut "eksklusiv", maka itulah puncak budayanya. Merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi tiap orang untuk pakai nama apa saja yg disukainya. Kalau nama bernuansa asing, seperti nama saya ternyata lebih digemari, maka itulah puncak budaya kita saat ini. Tidak perlu ditahan-tahan dengan alasan non pribumi. Kita tidak ada yg pribumi asli, semuanya keturunan pendatang. Dan kita selayaknya bangga berhasil menciptakan budaya gado-gado. Gado-gado is mixed vegetables with peanut sauce.



Lucunya, orang Indon juga gemar sekali pakai kata "asli". Orang yg paling tidak asli, ternyata paling suka pakai kata "asli". Mungkin semacam kegamangan budaya, tidak merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Saran saya, please be comfortable with yourselves. Tidak ada yg perlu dikuatirkan. Kita memang campuran macam-macam. We have mixed ancestry, mixed heritage. We should be proud of that, dan tidak perlu meyakin-yakinkan diri kita sendiri bahwa kita "asli". Kita tidak ada yg asli. We should be proud of our non asliness.



Budaya tidak perlu dipaksakan. Kalau digemari dan dipakai, maka artinya budaya itu diambil-alih, menjadi milik sendiri. Kalau tidak digemari dan dibuang, maka begitulah nasibnya. Terpinggirkan. Dan bisa dilestarikan di dalam dokumentasi dan museum. Cuma begitu saja. Semuanya berjalan alamiah, natural. Tanpa perlu ancam-mengancam, tanpa perlu pakai tipa-tipu. Why? Because cepat or lambat, semua orang akan sampai pada kesimpulan sendiri. Orang akan pakai apa yg dianggap cocok dan pas, susunya.



Banyak dari kita sudah masuk menjadi manusia internasional juga, tetapi bisa supel ketika enjoy budaya lokal. Saya mempertahankan duduk lesehan di tiap sarasehan Komunitas Spiritual Indonesia. Bukan karena tidak ada kursi, tetapi kapan lagi bisa duduk di atas lantai. Kapan lagi except when we are at sarasehans. So, di tempat semewah apapun, kalau kumpul, kita akan selalu duduk di atas lantai. And we really enjoy that. We are proud of our heritage. We are aware that our ancestors duduk di atas lantai. Maybe di atas rumput. Nomaden.. nomaden..



-



Saya sedang meng-edit kembali tulisan-tulisan saya yg dulu, untuk diterbitkan di sebuah negeri antah berantah berpenduduk makhluk halus. For your info, tulisan-tulisan saya semuanya tertata rapi dalam banyak ebooks ber-energi gaib (khodam dan jin). Cuma, terkadang saya heran sendiri bisa menghasilkan tulisan-tulisan seperti itu. Setelah menulis, saya lupa tulis apa. Dan itulah pertanda ada yg masuk. Masuk, dan setelah itu keluar lagi. Keluar lagi setelah klimaks atawa yg lebih dikenal dengan istilah orgasme. Orgasme spiritual arrrrRRRRGGGGHHH



Notes saya semuanya sudah pernah di-published di facebook sejak tahun 2009. Sudah jadi ebooks, dan sekarang harus di-edit. Dipermax, ditambahkan jin jenis baru, yaitu yg top-less. Jin tanpa busana bagian atas atawa yg lebih dikenal sebagai jin tidak tahu malu. The guna is to make pembaca kehilangan rasa malu. Without malu-malu, the Indon people akan menjadi diri sendiri. Kalau masih punya rasa malu, they shall continue to become budax.. budax..



Saya sedang edit ebook yg judulnya "Mencari Tuhan dalam Kesadaran", mungkin nanti akan jadi buku dengan judul sama. For your info, ini kelanjutan dari buku "Pelangiku Warna Ungu" yg baru terbit 3 minggu lalu. Naskah-naskah saya sudah banyak sekali, karena my jari-jari tangan are very nakal, suka jalan sendiri menghasilkan tulisan online.. online..



-



Mungkin orang yg gila agama itu ingin menguasai dunia, dengan alasan Kristen sudah berhasil berkuasa di seluruh dunia, dan kini agama lainnya yg ingin berkuasa juga haruslah meniru Kristen, yaitu memaksakan agamanya. Dipikirnya, semakin dipaksakan, maka akan semakin berkuasa, masyarakat akan semakin beradab.



Menurut saya, itu nalar yg bengkok seperti titit salah potong ketika dikhitan, karena Kristen tidak memaksakan agamanya lagi sekarang. Ketika Kristen memaksakan agamanya di Eropah, dunia Barat jatuh dalam masa kegelapan. Ketika Kristen terjerambab dalam kenistaan, dan ilmu pengetahuan berhasil menipu para ulama Kristen sehingga mulai menggunakan otaknya, maka mulai bangkitlah peradaban orang-orang bule itu. Kesimpulan: Agama bertolak-belakang dengan peradaban. Semakin beragama, semakin terpuruklah peradaban. Semakin tidak beradab. Puncak peradaban Kristen itu di abad pertengahan yg sekarang kita kenal sebagai Dark Ages (Masa Kegelapan). Itu masa yg benar-benar gelap. Gelap, subhanalloh.



Saya rasa, kalau benar Kristen menggunakan materi dalam penyebaran agama, maka patutlah kita menganut Kristen. Saya juga mau. Pertanyaannya sekarang, berapa yg mau dibayarkan? Berapa banyak materi dalam bentuk uang yg mau diberikan kepada saya? The answer is: tidak ada. Tidak ada materi yg ditawarkan. So, don't be goblok.



Kalau ada agama yg mau bayar saya, saya akan menganut agama itu. Tinggal sodorkan saja, berapa harga yg anda berani bayar.



So, materi sebagai iming-iming untuk masuk suatu agama cuma jalan pikiran orang sederhana. Mungkin ada benarnya sebagian, tapi tidak seluruhnya benar. Ada macam-macam teknik menjual agama. Orang Katolik sudah masuk ke Bali secara sembunyi-sembunyi sejak jaman Belanda, contohnya, mereka merekrut kelompok masyarakat paling bawah di masyarakat Bali. Waktu itu Belanda melarang keras missionaris untuk masuk Bali, tetapi mereka masuk juga dengan mencuri-curi, sehingga sekarang gereja Katolik di Bali termasuk cukup kuat. Dan menurut saya manfaatnya bagus juga. Waktu saya sekolah SMA, ada pastor yg berasal dari Bali, namanya Pastor Nyoman. Kemungkinan besar ini orang yg berasal dari masyarakat Bali paling bawah.



Untuk masyarakat paling bawah, yg tertindas oleh golongan masyarakat di atasnya, insentif berupa materi terkadang diberikan. Untuk masyarakat golongan atas, insentif bukan berupa materi tetapi berupa pendampingan untuk berpikir dan memerintah kelas-kelas di bawahnya. So, memang ada dua metode tradisional penyebaran agama, yaitu dari golongan paling bawah, dan dari golongan paling atas.



Ada juga metode paling modern, yaitu melalui kelas menengah. Ini yg sekarang dipraktekkan di banyak negara, berupa penyebaran mata-mata di kalangan kelas menengah. Persis seperti orang-orang Komunis, yaitu melakukan indoktrinasi atawa cuci otak di kalangan dekat, dan diharapkan akan menyebar. Seperti kuman, the agama diharapkan untuk menyebar dan berkembang biak.



Apapun metode yg dipilih, semuanya sah saja. Itulah yg namanya hak asasi manusia untuk beragama ataupun untuk tidak beragama. Asalkan tidak dilakukan dengan pemaksaan, maka semuanya sah saja. Dan agama yg merasa dagangannya tersingkir juga berhak untuk melakukan kampanye, menggunakan materi maupun non materi. Semuanya bisa dilakukan dengan cara baik-baik.



So, ada banyak teknik yg dilakukan orang beragama untuk melakukan rekrutmen. Dan ada banyak cara pula yg dilakukan oleh orang tidak beragama untuk menolak, dan bahkan melakukan kampanye anti agama. Semuanya sah.



Asal tidak dilakukan dengan kekerasan dan pemaksaan, maka semuanya sah saja. Ini domain pribadi, wilayah privasi orang per orang, tidak bisa dicampuri oleh orang lain.



Untuk teman-teman ketahui, saya tidak anti penyebaran agama apapun. Semua agama berhak hidup, berhak menyebarkan dirinya sendiri. Penyebaran agama menggunakan berbagai metode, dan orang yg menjadi target berhak menerima maupun menolaknya. Merupakan HAM juga untuk menolak penyebaran agama. Caranya mudah saja, yaitu bilang no thankyou.



Kalau kita mau membatasi penyebaran agama, maka kita akan ikut-ikutan melanggar HAM. Merupakan hak asasi manusia untuk menyebarkan agamanya, dan merupakan hak asasi manusia lainnya untuk menerima maupun menolaknya.



Tentu saja orang-orang beragama harus mengikuti aturan di tempat-tempat yg ingin dimasukinya. Di Group Spiritual Indonesia ini, contohnya, kita membuat peraturan bahwa tidak boleh ada yg jualan agama. Itu namanya kesepakatan bersama, aturan yg berlaku umum untuk semua orang, khusus di group ini saja. Dan itu bukan berarti kita melarang orang beragama jualan. Mereka bisa saja jualan, asalkan bukan di tempat kita. Nah, yg seperti itulah yg saya namakan sebagai pilihan. Pilihan pribadi. Pilihan komunitas kita.



Di AS saya melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang penganut aliran Saksi Yehuwa berjalan dari rumah ke rumah, jualan mereka punya agama. Dan itu tidak dilarang. Tetapi orang yg didatangi juga berhak untuk bilang tidak tertarik. Not interested.



Tanpa perlu ribut-ribut kebakaran jembut, seolah-oleh mereka punya titit mau dipotong. Tidak perlu begitu. Kita cukup bicara biasa saja, bilang terimakasih, tidak tertarik.



Menurut pengalaman saya pribadi berhubungan dengan gereja-gereja, mereka malahan lebih sebagai penyedot uang. Minta sumbangan terus tidak ada habis-habisnya, cappe dehh!!



Dan yg menyumbang juga tidak ada habis-habisnya. Mungkin mereka pikir, semakin banyak menyumbang, rejekinya semakin besar. Dan itu boleh saja, tidak dilarang. Namanya HAM Kebebasan Beragama juga. Kita tidak bisa melarang orang menyumbang lembaga-lembaga keagamaan. Dan kita juga tidak bisa melarang lembaga-lembaga keagamaan bagi-bagi uang atau materi.



Yg bisa kita lakukan cuma menolak. Kita bisa menolak kalau dimintai sumbangan. Dan kita bisa menolak kalau mau diberi sumbangan.



Dan, sampai saat ini, saya belum pernah menolak kalau diberi sumbangan. Sumbangan dari mana saja saya terima, tanpa perduli siapa yg memberikan. Subhanalloh.



So, bahkan sampai saat sekarang saya membuka diri untuk menerima sumbangan. Siapapun yg mau memberikan sumbangan, baik dari lembaga agama Buddha, Kristen, Islam, Hindu, Kejawen, Ateis, dll... semuanya akan diterima dengan tangan (dan paha) terbuka.



Sumbangan bisa berbentuk uang, bisa berbentuk fasilitas non uang. Kalau bisa digunakan, saya akan terima. Why not? Tetapi sampai saat ini kebutuhan kita cuma untuk buat kegiatan sarasehan (kumpul-kumpul) dan bakti sosial saja. Itu pun perlu dana yg tidak sedikit. Kita semuanya gotong royong, swa sembada, bersih dari noda korupsi. Tapi tetap saja kita mau terima kalau ada yg mau nyumbang. Many people like to menyumbang, dan itu baik. Nothing wrong in itself. Tentu saja mereka akan memberikan sumbangan kalau tujuan kita mirip dengan mereka. Jadi, bukan sumbangan murni seperti memberikan amal jariah, walaupun amal jariah juga tidak murni sumbangan sebenarnya, karena selalu ada motivasi pahala. Yaitu, semoga apa yg disumbangkan diganti berkali lipat oleh Allah ta'alla.



Suatu slogan belaka, yg mungkin bisa bekerja juga, kalau orangnya percaya. Subhanalloh.



That's all friends, inilah yg namanya berbagi. Ada jalan pemikirannya, ada alasan-alasan. Tanpa perlu pakai rasa sakit hati, takut, kuatir, dan segala macam emosi kekanak-kanakan itu. Kita memang suka bercanda, ngeyel, tapi berpikir dengan dewasa. DEWWASSSSAAA (maksudnya, cerita dewasa, film dewasa, horror and porno)



Bukan Kristen dan Islam saja yg, selain ada sisi baiknya, ada juga sisi pembodohan massalnya. Setahu saya, Buddhisme juga rata-rata mengajarkan pembodohan massal. Pembodohan massal di dalam Buddhisme termasuk lebih marak dibandingkan dalam Kristen. So, ini bukan rata-rata asal pukul rata, tetapi rata-rata menggunakan otak. Kristen, walaupun ada pembodohan massal, merupakan agama dengan tingkat peradaban tertinggi di satu dunia. Islam dulu peringkatnya persis di bawah Kristen, tetapi sekarang paling bawah. Di bawah Kristen kita bisa taruh Buddhisme, dan setelah itu Hinduisme. Islam yg paling bawah.



Peradaban internasional sekarang, termasuk peradaban Barat dan peradaban lainnya di seluruh dunia, bahkan termasuk peradaban Indonesia, merupakan modifikasi dari peradaban Kristen. Sudah tidak lagi disebut agama, melainkan sekuler. Tetapi asal-usulnya tetap saja Kristen, namanya tradisi Yahudi-Kristen. Judeo-Christian Tradition. Sistem hukum Indonesia sebagian besar mengikuti tradisi Yahudi-Kristen itu, sama seperti di negara-negara Barat, dan di negara-negara bekas koloni Barat. Kalau tidak pakai tradisi hukum dan peradaban Yahudi-Kristen, maka kita akan jatuh terpuruk dalam penyembahan segala macam sampah demi mencapai Nibbana atau Nirvana.



Buddhisme juga jualan sampah agama, sama seperti agama-agama lain. Dan Buddhisme yg punya kontek intelektual tinggi tentu saja tidak laku dipasarkan untuk umum. Cuma bisa diterima di kalangan intelektual saja. Sama saja seperti Kristen intelek, Hindu intelek, Islam intelek, dan bahkan Ateisme intelek; ini semuanya beradab. Tetapi bentuk-bentuk yg populer sebagian besar isinya humor belaka. Atau lawakan, lebih tepatnya. Bisa dinikmati kalau mau, dan bisa dibuang juga, kalau mau. Tetapi, bahkan di masyarakat Buddhis, membuang agama tetap akan memunculkan reaksi hujat-menghujat, sama saja seperti di masyarakat tradisional Islam. So, yg paling beradab tetap saja Kristen, yg pada umumnya sudah tidak perduli lagi orang beragama ataupun tidak.



Masih ada kantong-kantong Kristen yg terbelakang, seperti di Afrika dan Philipina. Tetapi umumnya Kristen sudah jauh lebih tercerahkan dibandingkan agama-agama lainnya. Tetapi itu pun masih belum cukup tercerahkan. Masih ada Agnostisme. Masih ada Ateisme. Agnostisme dan Ateisme jauh lebih beradab dibandingkan agama-agama karena, kalau namanya masih pakai istilah agama, maka masih ada yg dipertahankan, walaupun itu berupa kebohongan.



Oh (Allah menciptakan agama ?)



Leonardo Rimba: Untuk teman-teman yg tertarik, silahkan dibaca berkali-kali. Walaupun gaya saya ringan, semuanya berdasarkan pengalaman dan studi tahunan. Gaya ringan dalam tulisan bisa membantu kita cepat memahami konteks pembahasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar