7 Mar 2012

Laporan Bakti Sosial Penyembuhan, Denpasar, 4 Maret 2012

by Leonardo Rimba on Wednesday, March 7, 2012 at 10:25am ·

Atas nama Komunitas Spiritual Indonesia, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih atas partisipasi teman-teman semua dalam acara kita di Denpasar, 4 Maret 2012, yg kita beri nama "Bakti Sosial Penyembuhan". Diadakan di Wantilan, Gedung DPRD Bali, Renon, Denpasar, dan dibuka sendiri oleh Cokorda Oka Ratmadi, ketua DPRD Bali, yg datang sebagai seorang sesepuh Komunitas Spiritual Indonesia. Dengan peserta sekitar 400 orang yg datang dan pergi sejak acara dibuka pukul 11:30 Wita dan ditutup pukul 22:30 Wita.



Saya sering ditanya, apakah Spiritual Indonesia itu, dan jawaban saya, kita adalah komunitas. Bukan organisasi resmi dengan berbagai departemen, melainkan komunitas, kumpulan berbagai individu dari segala macam latar belakang, yg merasa terpanggil untuk saling berbagi satu sama lain. Tujuannya untuk saling membantu, tanpa mengedepankan ajaran, melainkan hal-hal praktis yg bisa langsung dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Dan itu semua dilakukan dengan sukarela, tanpa bayaran, bahkan harus bersama-sama mengeluarkan uang karena walaupun kita sering memperoleh fasilitas dan sumbangan dari banyak teman, sebagian besar pengeluaran tetap saja harus ditutup dari usaha kita sendiri yg, untungnya, sampai saat ini umumnya cuma berupa uang registrasi sebesar Rp 50 ribu per orang yg secara terus terang kita bilang untuk konsumsi sepanjang acara, sejak mulai sampai dengan selesai.



Dan kita juga tahu kita tidak sempurna. Banyak kelebihannya, dan banyak pula kekurangannya. Konsumsi bisa kehabisan, dan panitia yg semuanya sukarelawan/sukarelawati bisa kalang kabut beli makan minum dalam waktu singkat ke warung warung sekitar. Itu pernah dan mungkin akan terjadi lagi. Tetapi tentu saja tidak akan menyurutkan niat kita untuk terus membuat acara serupa di banyak kota di Indonesia.Trowulan, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, dan kali ini Denpasar. Itulah lima tempat utama yg kita fokuskan penanganannya dalam setahun terakhir ini.



Kita berbagi pengalaman, mengikuti workshops atau kelompok-kelompok kecil dengan tema khusus: penyembuhan fisik, penyembuhan batin, pembuatan orgonite, meditasi mata ketiga, tarot, yoga dan banyak lagi. Kemampuan teman-teman yg ikut serta menjadi pemandu workshops banyak sekali, dan tidak semuanya bisa sekaligus ditampilkan. Ahli kundalini sekaligus bisa melakukan penyembuhan. Ahli fengshui sekaligus bisa membuat orgonite. Ahli orgonite sekaligus bisa memperoleh penglihatan tentang apa yg kita lakukan. Dan semuanya demi kebaikan kita sendiri. Demi kemajuan spiritualitas kita semua. Latar belakang sama sekali tidak menjadi masalah. Dan mungkin point terakhir itulah yg menjadi perhatian khalayak di Denpasar ini, karena disini orang masih bisa mendengar pendapat yg mengatakan bahwa berbagai macam latar belakang bisa bentrok apabila dicampur dan meditasi bersama.



Ternyata itu tidak terjadi. Ternyata energinya sama. Walaupun baru pertama kali berjumpa.



Terimakasih kepada semua teman yg secara sukarela mau memimpin workshops. Teman-teman dari Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan dari Bali sendiri. Terimakasih kepada semua anggota panitia. Terimakasih kepada semua lembaga dan individual yg memberikan fasilitas. Banyak sekali, tidak bisa disebutkan satu persatu. Saya cuma bisa bilang, bahwa kegiatan kita di Denpasar ini adalah suatu permulaan. Kita sudah masuk suatu era baru. Kita dituntun untuk membuka jalan bagi peluncuran buku Sabdo Palon Jilid II di Denpasar, yg dilakukan sendiri oleh Damar Shashangka, penulisnya, yg berasal dari Malang, Jawa Timur.



Ada berbagai interpretasi tentang Sabdo Palon yg akan datang kembali, dan kita tidak meributkannya. Kita bahkan sudah bisa mendengar sendiri di acara ini bahwa Sabdo Palon adalah diri kita sendiri. Anda, saya dan siapa saja yg menyadari siapa dirinya yg sejati adalah sang Sabdo Palon itu. Sabdo Palon akan datang sendiri setelah 500 tahun, dan itu benar. Waktunya adalah sekarang ini, sampai beberapa puluh tahun ke depan lagi. Banyak orang yg tanpa susah payah sudah bisa melihat bahwa dirinya sendirilah yg terpanggil. Untuk menjadi Sabdo Palon, paling tidak bagi dirinya sendiri dan lingkungan dekatnya.



Bedah buku Membuka Mata Ketiga dan Pelangiku Warna Ungu dilakukan juga, oleh penulisnya sendiri, Leonardo Rimba, dari Jakarta. Saya Leonardo Rimba dari Jakarta, tetapi saya akui bahwa penulis asli dari kedua buku itu bukan hanya saya, melainkan banyak teman. Banyak sekali, puluhan orang, yg percakapannya dengan saya di tahun 2007-2008 menjadi isi dari naskah buku yg kemudian kita kenal sebagai buku Membuka Mata Ketiga dan Pelangiku Warna Ungu. Dan, dengan bangga saya bisa bilang bahwa sekitar seperempat dari para penulis anonim ini berasal dari Bali. Saya tahu siapa koresponden saya, dan Bali merupakan satu bagian khusus. Besar. Seperempat. Seperempat spiritualitas Indonesia dibentuk dan digubah dari Bali.



Buku Pelangiku Warna Ungu berjudul lengkap Sejuta Agama Satu Tuhannya. Ini tentang pluralisme yg tentu saja bukan hal baru bagi Bali. Relatif tidak terlalu menarik karena Bali memang pluralis. Masyarakat yg pluralis tidak tertarik untuk membicarakan pluralisme. Pluralisme hanya laris dibicarakan di masyarakat yg masih merasa dirinya tertekan, ada kelompok yg merasa mempunyai hak untuk memaksakan pandangan mereka kepada kelompok-kelompok lainnya dengan alasan ada Tuhan yg menginginkan hal itu. Pedahal kita semua tahu, konsep Tuhan ada bermacam-macam. Sejuta konsep Tuhan melahirkan sejuta agama. Tuhannya cuma satu, yaitu manusia yg mengkonsepkan tentang Tuhan itu. Dan manusia itu kalau dihitung memang banyak, jutaan secara statistik. Tetapi cuma satu kalau dilihat secara batin. Yaitu anda.



Kesadaran anda itu satu. Dan yg satu itu sama persis dengan yg ada di saya, yg ada di semua teman. Berarti disini ada pemahaman intuitif yg mau tidak mau akan harus kita lihat tiap kali kita bertemu, dan kita bebas untuk mencernanya sesuai dengan zona kenyamanan kita masing-masing. Semua orang tahu kita melakukannya melalui meditasi bersama. Meditasi di cakra mata ketiga. Di Mata Siwa. Bukan di dada atau jantung seperti sering dipaksakan dengan tekanan-tekanan yg mengarah kepada pemaksaan. Melainkan di cakra mata ketiga, mata batin yg berada di dahi setiap manusia. Persis seperti diperlihatkan oleh simbol Siwa yg sedang bermeditasi itu.



Terimakasih sekali lagi kepada semua teman yg berpartisipasi maupun yg berniat partisipasi di kesempatan berikutnya. Untuk anda di Bali yg berniat berbagi dengan Komunitas Spiritual Indonesia, silahkan hubungi Agus Januraka, koordinator kita untuk Bali. Om shanti shanti shanti shanti om...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar