5 Nov 2011

kremasi

Ini pengalamanku ketika bapakku meninggal mendadak karena stroke tanggal 9 Januari 1988.
Waktu itu Bapak langsung dikremasi, tempat kremasinya bangunan beratap tanpa dinding. Tinggi atapnya sekitar 6 m, sehingga api pembakaran jenazah tidak sampai mengenai atap. Bangunan itu terbuat dari logam mungkin sejenis aluminium bercampur besi, tiang-tiang dan atapnya. Sehingga tahan panas/api, bukan terbuat dari kayu sebagaimana bangunan umumnya saat itu.
Setelah dimandikan, jenazah ayahku dimasukkan kedalam peti mati kayu yang dihiasi untaian bunga.
Jenazah dibawa memakai kendaraan ke tempat kremasi yang agak jauh dari pusat kota, mungkin sekitar 20 km. Kami sekeluarga waktu itu tinggal di Bengkulu.
Di tempat kremasi sudah tersedia kayu-kayu bakar kering yang besar-besar sekali – kayu-kayu gelondongan – beberapa sebesar pohon kelapa. Peti mati bapakku diletakkan di tengah-tengah kayu bakar ini dan dibakar. Acaranya dari pagi sampai sore baru selesai.
Tempat kremasi ini milik perkumpulan umat Buddha di propinsi Bengkulu. Tetangga sebelah rumah kami waktu itu adalah keluarga kakek dan nenek yang merupakan pemuka agama Buddha di kota Bengkulu. Aku dan adikku sering bermain dengan cucu kakek dan nenek ini. Mereka mempunyai 3 orang cucu yang usianya sebaya denganku dan 2 orang saudaraku.
Prosesi acara kremasi menggunakan adat Bali yang banyak sesajen/bantennya. Sesajen ini disiapkan oleh ibu-ibu perkumpulanumat Hindu di Kotamadya Bengkulu. Perkumpulan Hindu ini anggotanya adalah orang-orang/keluarga umat Hindu yang tinggal di Kota Bengkulu. Setiap bulan Purnama dan Tilem (Dark Moon/Bulan Mati) mengadakan persembahyangan di pura. Ada satu pura di Kota Bengkulu.
Yang memimpin upacara kremasi adalah seorang Pemangku (pemimpin acara adat/agama Bali). Pemangku ini adalah teman dekat orangtuaku, pekerjaannya sehari-hari sebagai Kepala Bagian Bimbingan Masyarakat Hindu Buddha Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Bengkulu.
Tetangga sekitar rumah juga banyak yang melayat dan membantu. Teman-teman Ibu dan Bapak dari tempat kerja mereka sangat membantu terutama dari segi transportasi dan dokumentasi.
Pada waktu Bapak meninggal aku masih kelas 5 SD. Cerita berulang kembali pada akhir bulan Mei 1990, kali ini ibuku yang meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar