14 Jan 2012

Budaya “Jawara Banten” Masih Kuat Di Propinsi Banten Bahkan Hingga Sekarang

Mobil melambat, reflek aku melihat keluar dari jendela mobil. Aku nggak tau tepatnya berada dimana. Yang aku tau ini masih di daerah Tangerang. Tapi bukan di wilayah padat perkotaan. Kota Tangerang tidak sehiruk pikuk kota Jakarta, bahkan jauh lebih bersih, lebih hijau dan lebih lengang dari kota Jakarta. Mobil memasuki jalan kecil menuju sebuah rumah keluarga yang cukup besar dan luas dengan halaman yang juga luas. Beberapa pepohonan rindang yang mengelilingi rumah justru membuat rumah menjadi lebih asri dan segar. Seakan-akan perubahan iklim yang ekstrim yang membuat pemanasan global beberapa tahun belakangan ini tidak mempengaruhi kesegaran di sekitar dan di dalam rumah.



Tadi malam seseorang menelepon ku. Katanya mendapatkan informasi diriku dari FB. Sebut saja namanya Affan. Dia bilang bapaknya sedang sakit yang menurutnya tidak wajar. Bagian badan dari pinggang ke bawah, lumpuh total. Sudah hampir 8 bulan seperti itu. Sudah juga dibawa keberbagai dokter dan berbagai pengobatan alternatif, tetapi sampai sekarang tidak juga ada kemajuan kesembuhan. Beberapa dokter bahkan bingung sendiri, karena setelah diperiksa secara medis, tidak ada bagian tubuh yang bermasalah seirus. Ini yang membuat keluarga kemudian berkesimpulan bahwa penyakit sang bapak adalah karena “bikinan orang lain”.



Affan meminta ku untuk datang ke rumahnya. Dia berjanji untuk menjemputku di tempat yang telah kami sepakati, besok pagi jam 9. Dan kini aku sudah berada di halaman rumahnya. Ada beberapa orang yang memenuhi teras rumahnya. Mungkin tetangga atau kerabat dekatnya. Affan yang ternyata masih seumuran dengan ku, meminta ku untuk mengikutinya. Kami melewati teras rumah. Ku ucapkan salam dan menebarkan senyumku untuk sekedar berbasa-basi menjalin hubungan emosional dengan orang-orang yang berada di situ. Affan kemudian mempersilahkan ku duduk di ruang tamu. Aku bilang lebih baik langsung saja melihat yang sakit. Affan setuju lalu membawa ku masuk ke kamar yang berada agak di belakang dari bagian rumah keseluruhan.



Bau apek menyerang hidungku. Sirkulasi udara yang tidak lancar akan membuat udara menjadi tidak sehat. Hal ini tentu saja dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk buat yang sakit. Kamar ini memang tidak ada jendelanya. Di tempat tidur terbaring seorang lelaki tua berambut putih yang kurus. Akan tetapi badannya yang kurus tidak dapat menyembunyikan sisa-sisa ketegapan badannya, ketika masih sehat. Matanya nanar menatap ku seakan menyelidiki ku, namun tajam seperti tidak mempunyai rasa takut. Dari pandangan matanya dan cara dia memandang, intuisiku membersitkan bahwa waktu mudanya, orang ini adalah orang yang berani dan tidak kenal takut. Aku mengajaknya ngobrol hal-hal yang ringan untuk menjalin hubungan emosional dengannya. Sebab bila hubungan emosional terjalin, pengobatan akan menjadi lebih mudah dan keberhasilan kesembuhan akan menjadi lebih tinggi. Dalam pengobatan spiritual, kedekatan hubungan emosional adalah bagian dari pengobatan. Kepercayaan pasien pada juru sembuh adalah sugesti positif yang membantu proses kesembuhan. Semakin besar kepercayaan, semakin besar pula sugesti yang tertanam dan tentu saja menambah tinggi tingkat keberhasilan kesembuhan.



Topik obrolan ku arahkan ke penyakitnya. Dia bilang bahwa kedua kakinya mati rasa. Bahkan tidak dapat digerakkan sama sekali. Lumpuh total. Menurut penglihatan batinnya, yang buat adalah adik-adik kandungnya sendiri. Yang iri karena dirinya lebih kaya dari mereka. Menurut penglihatan batinnya caranya adalah dengan memaku sebuah batu yang berbentuk dirinya. Selama paku itu masih menancap di boneka batu itu, penyakitnya tidak akan sembuh.

Menghadapi orang seperti ini kadang kala membingungkan juga. Bagaimana mungkin bisa mengobati penyakitnya hingga sembuh kalau fikirannya sendiri sangat percaya bahwa kesembuhan hanya bisa dilakukan menurut pendapatnya dan keinginannya sendiri saja? Lucu juga kan kalau pasien yang mengarahkan cara pengobatan dan menunjukkan obat-obatan yang harus di konsumsinya pada dokter yang akan mengobatinya.



Dari cara bicaranya yang keras, kaku, hanya mau menang sendiri dan apa yang dibicarakannya, menyiratkan bahwa waktu mudanya orang ini terbiasa menyelesaikan persoalan dengan kekerasan. Menurutku ini juga karena dia merasa bahwa dirinya mempunyai kekuatan metafisik. Mungkin karena dia mempelajari ilmu-ilmu silat metafisik dari budayanya, Banten. Mereka menyebutnya “Jawara Banten”.



Budaya “Jawara Banten” masih kuat di propinsi Banten ini bahkan hingga sekarang. Kolaborasi spiritualitas budaya Arab (beberapa tariqot yang membudaya di Banten) dan keyakinan setempat, melahirkan ilmu-ilmu beladiri hikmah. Ketika berzikir mengucapkan mantera dalam waktu yang panjang dan puasa dalam waktu yang lama, menimbulkan ekstasi dan memunculkan kekuatan bawah sadar sesuai dengan maksud dan tujuan dari ritual berat dan panjang yang mereka lakukan. Pelaku ritual ini akan merasa bahwa ada makhluk halus kasat mata yang menaungi diri mereka dan dapat hadir masuk kedalam tubuh fisik mereka kapanpun mereka panggil. Makhluk itu mereka sebut “khodam”. Berasal dari bahasa Arab bermakna “pembantu atau yang membantu” dalam bahasa Indonesia.



Padahal tidak ada mahkluk halus dan kasar apapun yang melingkupi dirinya. Keyakinan mereka yang begitu kuat akan keberadaan makhluk gaib tersebut yang hadir setelah melakukan ritual panjang dan berat sajalah yang memunculkan kekuatan supra seperti tenaga dalam (energi magnetik yang berasal dari cakra puser, energi emosional) kekebalan dan kemampuan memainkan silat yang tidak dikendalikan kesadaran fisik mereka. Walaupun ketika memainkan jurus-jurus silat sebenarnya kesadaran fisik mereka itu sadar sepenuhnya. Hanya saja gerakan-gerakan silat yang muncul berikut tenaga dalamnya itu berasal dari bawah sadar mereka yang mempercayai bahwa khodam merekalah yang memainkannya. Tetapi memang mantera-mantera yang mereka ucapkan berulang-ulang mempunyai frekwensi energi jiwa dari guru-guru yang menciptakan mantera tesebut. Energi tersebut dapat mempengaruhi bawah sadar mereka yang melakukan ritual seperti yang diajarkan.



Mengapa ritual dan mantera yang diciptakan mempunyai energi jiwa yang menciptakan? Sebenarnya ini proses alamiah saja. Ketika kita melakukan suatu pekerjaan, secara alamiah, energi jiwa kita akan terbias dan mempengaruhi tingkat keberhasilan apapun pekerjaan yang kita lakukan tersebut. Semakin tinggi keseriusan kita dalam melakukan pekerjaan tersebut, semakin besar pula energi jiwa yang kita keluarkan untuk mempengaruhi keadaan (semesta) dalam membuat pekerjaan kita berhasil, maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pekerjaan yang kita lakukan tersebut. Begitupun ketika kita bekerja membuat suatu benda. Contoh kecil, ketika kita membuat sebuah bangku dari kayu, secara alamiah energi jiwa kita akan terserap ke dalam bangku yang kita buat tersebut. Begitulah para empu zaman dulu yang mempunyai bias frekwensi energi yang tinggi, ketika membuat keris dengan ritual tertentu dan kesungguhan sepenuh jiwa. Inilah yang membuat keris kemudian mengandung energi magnetik tinggi karena telah tersimpan energi jiwa sang pembuat. Demikianlah para spiritualis dahulu, yang mempunyai bias energi jiwa yang sangat tinggi ketika menciptakan cara ritual dan mantera untuk tujuan-tujuan tertentu.



Aku keluar dan mengajak Affan untuk mengobrol hanya berdua. Affan membawa ku ke kamarnya setelah terlebih dahulu menyuruh istrinya keluar kamar. Berikut obrolan kami yang telah ku revisi untuk mempermudah pengertian.



Aku : Mas Affan, bapak itu dulunya seorang jawara ya?



Affan : Ya.. Begitulah bang.. abang bisa liat sendiri, begitu kerasnya bapak.



Aku : Menurutku penyakit gaib bapak, bukan dibuat orang lain. Tapi bapak sendiri yang buat. Kalau boleh aku tau,

bapak dulu kerjanya apa?



Affan : Hhmm.., bapak itu dulunya suka main tangan kalau menyelesaikan persoalan. Disamping karena karakter bapak yang memang begitu, kata aki saya semenjak dia belajar ilmu jawara Banten, sifat kasarnya dan mau benar sendirinya semakin parah. Siapa saja yang bertentangan dengannya akan dipukulnya atau diancamnya dengan golok. Semua orang di kampung sini takut padanya.



Aku : Begini mas Affan. Menurut ku penyakit bapak adalah karena ulahnya sendiri. Bapak terlalu sering menyakiti hati orang lain dan banyak orang lain yang hatinya dia sakiti. Orang-orang yang sakit hati tersebut menyumpah dan mengutuknya agar bapak celaka. Sumpah serapah dan kutukan orang itu didengar tuhan lalu ketika tubuh bapak menua dan semakin ringkih, bapakpun dibuat sakit oleh tuhan. Jadi menurut ku ada yang bapak buat yang teramat sangat membuat hati orang lain sakit, hingga doa orang tersebut didengar tuhan. Bukankah tuhan akan mengabulkan doa orang-orang yang tertindas?



Affan : Bapak itu waktu mudanya selalu memaksa orang lain untuk menjual padi padanya dengan harga yang sangat tidak pantas yang dia tentukan sendiri. Kalau orang itu menolak, dia akan mengancamnya dan menyuruh orang kampung untuk memboikotnya. Kalau orang itu menjual padi ke orang lain, orang yang membeli padi akan dia hajar habis-habisan. Hingga siapapun takut untuk membeli padi di kampung ini.

Sama adik-adik kandungnya sendiripun bapak bermasalah. Puncaknya ketika aki meninggal. Semua tanah keluarga dia kuasai hingga adik-adiknya tidak kebagian sama sekali. Semua adiknya tak ada yang berani adu fisik dengannya yang selalu bawa golok kemana-mana. Tanah-tanah itu dia jual sedikit demi sedikit dan uangnya dia pakai sendiri untuk kesenangannya berjudi taruhan adu ayam. Ratusan juta uang tanah hilang begitu saja demi untuk judi taruhan adu ayam. Pernah adiknya yang bontot kesal dan menantangnya berkelahi. Tapi badannya kalah besar, ya tentu saja hanya jadi bulan-bulanan pukulan dan tendangan bapak. Untuk saja bapak nggak ngeluarin goloknya. Kalau golok itu keluar, wah.. habis dah paman saya.



Aku : Mas Affan, mas sudah tau sendiri kan sumber penyakit bapak. Dan karena itu saya mohon maaf, saya menolak untuk mengobatinya bukan karena saya tidak sanggup. Tetapi karena bapak sendiri yang keras kepala hingga menurutnya dialah yang lebih tau sebab penyakitnya dan cara mengobatinya dari orang manapun yang berusaha untuk mengobatinya. Sampai dalam keadaan sakitpun bapak masih menganggap bahwa ilmunya lebih tinggi dari siapapun juga. Artinya, sehebat apapun ilmu orang yang akan mengobatinya, penyakit bapak tidak akan bisa sembuh karena fikiran bapak sendiri.



Sobat..

Bapaknya Affan terkena penyakit yang dibuatnya sendiri. Ketika muda, dia sering membuat banyak orang lain sakit hati. Sumpah serapah dan kutukan orang lain yang sakit hati itu, adalah energi negatif yang kemudian terbias dan mengakumulasi di tubuh fisik sang bapak. Semakin lama semakin besar pula tumpukan energi tersebut dan lalu membuat sakit tubuh sang bapak. Demikianlah LOA bekerja.



Bagaimanapun juga sobat.. alam punya cara tersendiri dalam perjalanan evolusinya. Hal di atas adalah pelajaran berharga buat kita agar pandai-pandai menapak hidup. Seminimal mungkin berbuat hal yang berpotensi menarik energi negatif. Selalu berfikiran positif dan membuka diri pada hal-hal yang memicu fikiran untuk berfikir, serta jangan terbelenggu oleh fikiran bodoh yang kita buat sendiri.



Hidup itu akan terlihat indah bila kita selalu melihat dari sisi keindahan. Kalau kita dapat melihat keindahan hidup, buat apa mengubangkan diri dalam fikiran jelek yang selalu was-was dan penuh ketakutan?



Indi Sujawe

Praktisi Spiritual dan Shamanistic.

1 komentar: