Mohammad Khoiroman :
Today at 05:07
"Bila Islam berwajah Fiqh ketaatan hamba terasa pedih" ean
Adalah Prof. KH. Ali Yafie dan KH. Sahal Mahfudz, ulama fiqih Indonesia yang pernah melontarkan pemikiran tentang fiqih sosial. Fiqih sosial dalam bayangan mereka adalah fiqih yang mempunyai orientasi sosial, yaitu senantiasa memberi perhatian penuh kapada masalah-masalah sosial. Fiqih bukan saja seperangkap hukum yang mengatur bagaimana orang melaksanakan ibadah mahdhah kepada Allah, tetapi bagaimana pula seseorang melaksanakan interaksi sosial dengan orang lain (muamalah) dengan berbagai macam dimensi ; politik, ekonomi, budaya dan hukum.
Sayang gagasan kedua Profesor Alim Ulama itu kurang mendapatkan tempat di hati ulama Indonesia katakanlah MUI, MUI misalnya lebih sering mengeluarkan fatwa lebel halal haram atau memberi hokum sesat kepada kelompok yang dianggapnya menyimpang dari tradisi keagamaan, langkah MUI itu belakangan di ikuti juga oleh sejumlah pesantren yang tergabung dalam lembaga forum bahtsul masail pesantren sejawa timur yang baru-baru ini (sebelumnya juga mengeluarkan fatwa haram facebook) kembali mengeluarkan fatwa tentang haramnya perempuan naik ojeg, rebonding, photo pra nikah. Sungguh ironis ulama sebagai pewaris para nabi begitu gampang mengobral fatwa tapi enggan mengutuk pabrik-pabrik yang menggaji murah upah buruh, yang memberlakukan system outsorsing agar lepas kewajiban memberi tunjangan uang pesangon, enggan memberi fatwa (kalau perlu murtad) kepada para koruptor.
Apakah dengan lebel halal dari MUI otomatis suatu barang itu menjadi halal bagaimana kalau ternyata produk yang telah mendapat sertifikat halal dari MUI itu ternyata produk dari pabrik yang dibangun dari uang hasil korupsi, kolusi, KKN ?, seperti air itu halal tapi kalau air dari hasil mencuri apa juga halal?
Sekarang banyak air mineral diperjualbelikan dalam kemasan botol-botol, banyak pabrik-pabrik minuman mineral berdiri dimana-mana, memangnya air itu sebenarnya milik siapa sih! kok mereka bebas menjualnya memang ada pabrik yang bisa membikin air. air itu bukan produk pabrik atau manusia air itu bikinan Tuhan milik Tuhan milik Negara milik rakyat mestinya Negara/penguasa me-menej air itu supaya gratis untuk rakyat. Demikian juga dengan minyak harusnya gratis mana ada pabrik yang bisa memproduksi minyak bisanyakan mengolah menjadi pertamak, bensin, gas, premium, solar minyak tanah, sekarang air, minyak, tanah sudah dijual pemerintah untuk kemakmuran para pejabatnya, (90% uang yg beredar dalam negeri dinikmati para pemilik modal dan pejabat sedang yg 10% diperbutkan rakyat) rakyat kebagaian apa…? Rakyat kebagian jadi tukang ojeg itu pun baru-baru ini diharamkan….?:( apa kita akan diam menunggu sampai udara sejukpun akan diperjual belikan...?
Terus terang saya cemas bila fiqh tidak ber-evolusi tidak mempunyai kepekaan dalam menyoroti masalah kemanusiaan fiqh bisa-bisa dianggap sebagai pemberi legitimatasi terhadap pelanggaran kemanusiaan, sekarang lihat nasib anak jalanan, yang meningkat tajam orang2 cacat, jompo, padahal jelas UUD 45 telah mengamanatkan hak kewajiban mereka di tanggung oleh pemerintah dan terhadap hak dan kewajibannya pemerintah tidak menjalankannya sama sekali dan tentang nasib mereka juga tidak pernah terbersit dalam pikiran pembahasan/rumusan masalah yang harus dijawab oleh ulama MUI. Saya tidak ingin peran fiqh menjadi sempit yang terbatas terhadap masalah ritual belaka dan tidak menjawab problem-problem real masyarakat.
Memang penguasa mempunyai kepentingan yang kuat untuk mengukuhkan hegemoni kekuasaannya, tanpa peduli apa yang ia lakukan itu bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan kemashlahatan masyarakat. Tak jarang penguasa melakukan kolaborasi dengan pihak penguasa agama (ulama) agar kebijakan yang ia telorkan memiliki bobot legitimasi yang kuat. Aneka kebijakan pembangunan dengan menggusur rumah-rumah kumuh yang notabenenya dimiliki oleh rakyat jelata dan papa, diamini oleh ulama rezim dengan dalih untuk kemashlahatan umum, yaitu ketertiban tata kota. Tentu saja ini fenomena yang sangat mencengangkan, dilihat dari perspektif peran ulama yang semestinya lebih berpihak kepada rakyat kecil ketimbang penguasa yang sering menindas rakyatnya. Sehingga fiqih yang keluar dari pemikiran ulama model ini sarat dengan kepentingan kelas tertentu, dan sama sekali tidak menyentuh akar kebutuhan rakyat.
Sebagai orang biasa saya berharap bangkitnya gerakan perlawanan anak-anak santri/mahasiswa/pemuda yang berani nge-dan ijtihad untuk mebangun Fiqh Kiri (fiqh perlawanan), fiqh dalam pengertian meletakkan rakyat tertindas sebagai pihak yang patut dibela, dilindungi dan diperjuangkan hak-haknya agar fiqh kembali dijadikan tolak ukur dalam melihat persoalan-persoalan real umat. Mengkoreksi atau mengkaji ulang Ushûl fiqh mengkaji ulang berbagai teori yang terdapat dalam Ushûl fiqh, termasuk di dalamnya kaji ulang terhadap teori qath’i-dzhannî, muhkam-mutasyabih, nasikh-mansukh, dan yang lebih penting adalah mengembalikan seluruh bangunan fiqih kepada landasan fundamentalnya, yaitu mashlahah (kepentingan rakyat). Sebagaimana kata al-Thûfi, mashlahat merupakan sesuatu yang qath’i, sementara teks bersifat zhannî
Fiqih sosial, Fiqih Kiri, Fiqh perlawanan memiliki asumsi bahwa fiqih adalah al-ahkam al-amaliyah (hukum perilaku) yang bertanggungjawab atas pernik-pernik perilaku manusia agar selalu berjalan dalam koridor kebajikan dan tidak mengganggu pihak lain sehingga kemashlahatan dapat terwujud. Dalam kapasitas ini, kebenaran fiqih diukur oleh relevansinya dalam membawa masyarakat ke arah yang lebih makmur, dinamis, adil, dan beradab (mashlahat).
Fiqh social inilah yang dulu diperjuang Rosul dan nabi-nabi terdahulu, Nabi Muhammad saw, diutus Allah di muka bumi Mekkah pada saat itu adalah suatu kota dagang dengan sedikit pedagang kaya tetapi banyak orang miskin (seperti Indonesia sekarang 90% kekayaan Negara dinikmati pengusaha, pejabat dan 10% diperebutkan rakyat kecil) yang penghidupannya tergantung pada pendapatan mereka yang kecil dari pekerjaan melayani karavan-karavan dagang yang melalui kota itu. Orang-orang masih bodoh dan bertakhayul, menyembah banyak sekali ilah. Para perempuan ditindas, bahkan mereka dapat dikubur hidup-hidup. Ada banyak budak, para janda dan anak yatim yang diabaikan tanpa ada yang peduli terhadap nasib mereka. Nabi sendiri berasal dari keluarga miskin, meskipun bangsawan. Ia diutus oleh Allah untuk membebaskan rakyat dari kebodohan dan penindasan.
Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan merupakan sang revolusioner pertama di zaman ini. Dia membebaskan budak-budak, anak-anak yatim dan perempuan, kaum yang miskin dan lemah. Perkatannya yang mengandung wahyu menjadi ukuran untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang sejati dari yang palsu, dan kebaikan dari kejahatan. Misinya sama dengan nabi-nabi terdahulu; supremasi kebenaran, kesetaraan dan persaudaraan manusia
Nabi Muhammad berjuang dengan gigih dan gagah berani membebaskan umat manusia yang menderita karena perbudakan oleh orang-orang yang zalim, orang yang mengeksploitasi orang lain, para bangsawan, para pemilik budak dan para ahli agama. Ia mengangkat harkat manusia dari jurang tahayul, kelemahan dan ketidaksempurnaan yang disebabkan oleh syirik, rasa takut, nafsu yang liar, egoisme, arogansi dan nafsu kebendaan
Nabi-nabi sebelum Muhammad seperti Musa, Isa, Ibrahim dan yang lainnya, adalah pula para pemberontak dan revolusioner yang melakukan revolusi melawan penindasan, diskriminasi kelas, korupsi, dan kezaliman pada lingkungan sosialnya masing-masing. Mereka berjuang sepanjang hidupnya untuk kebenaran, kesetaraan, keadilan, dan kebaikan. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa tujuan perjuangan mereka adalah menghapuskan penindasan (zulm) dalam segala bentuknya.
Lihatlah , hutan kita yang mulai berkurang dari hari ke hari
lihatlah , sungai jernih yang mulai berkurang dari detik ke detik
lihatlah , gedung-gedung pencakar langit yang terus berdiri dan mengubah lahan menjadi batu
lihatlah , minyak dan sumber alam lainnya yang mulai menipis cadangannya
lihatlah teman Santri/mahasiswa , lihatlah rakyat negeri ini semuanya bagai akan lenyap sebentar lagi.
Semoga melaui Fiqih Kiri fiqih perlawanan fiqh yang selalu berpihak kepada mereka yang ditindas, teraniaya, miskin (atau termiskinkan, mustadh’afîn). Melalui formulasi Fiqih Kiri, problem-problem mendasar dalam kehidupan masyarakat dapat diselesaikan melalui rumusan-rumusan hukum dan fatwa agama yang selalu membela kepentingan rakyat banyak. Mashlahât al-âmmah (kemaslahatan umum) menjadi barometer dan landasan asasi dalam merumuskan Fiqih Kiri. Bravo mustad’afin.”by;John Parkir
manakah kira-kira yang akan kita pilih pemimpin Islam tapi dzolim ataukah pemimpin kafir tapi adil....?
Updated 14 hours ago · Comment · UnlikeLike · Report Note
You and 3 others like this.
Azinuddin Aufar
Azinuddin Aufar
Ssstttttttt....ati2 kang entar sampeyan kualat sama Kiayi lho
12 hours ago · Report
Setiyo Beesono
Setiyo Beesono
Saya sudah putus harapan kepada ulama sejenis untuk jadi pembela orang tertindas 20 tahun lalu. Bahkan merasa tidak ada artinya menjadi muslim dan percaya kitab suci.. Hanya gus Dur yang banyak memberi harapan namun sayang beliau hanya diangap seorang yg kontroversi saja. Akhirnya saya sadar benar bahwa letak ketidakmampuan mereka melakukan pembelaan ada pada ajaran yang mereka yakini.
10 hours ago via Facebook Mobile · Report
Ali Khoiron
Ali Khoiron
ta'rif kyai itu adalah "نظر الامة بعين الرحمة " kyai/ulama' itu melihat rakyat dengan mata kasih sayang. kadang ulama'itu lebih pada fiqh sentris, sedang dampak dari hal itu tidak dipikirkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar