18 Des 2011

Indonesia Masih Berkutat pada Perkawinan Seagama

by Leonardo Rimba on Sunday, December 18, 2011 at 11:29am

Ada juga orang-orang yg mengaku spiritual dan berminat mengajarkan ilmu kasepuhan. Ini ilmu kampung. Tidak laku di dunia internasional. Di Jakarta juga tidak laku. Terlalu kampungan.



Yg tidak tahan adalah sombongnya. Membanggakan diri sendiri sebagai penganut budi pekerti luhur. Budi pekerti kelas kampung, yaitu yg tidak memiliki intelegentsia. Tidak punya kecerdasan, tidak memahami bahwa gaya bahasa memperlihatkan isi otak. Gaya bahasa yg memuja-muji diri sendiri adalah gaya bahasa orang tidak berpendidikan. Dan itulah yg disebut kampungan. Ndeso.



Saya bilang, mereka layak hidup di habitatnya sendiri. Tingkat kecerdasan orang berbeda-beda, dan pantas diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berkiprah, walaupun dengan gaya bahasa mereka sendiri. Di dunia spiritual juga seperti itu. Ada tingkatan spiritual. Bukan tingkat derajat, melainkan tingkat kecerdasan.



Yg laku di Jakarta adalah yg bisa berbicara jujur apa adanya. Kita di Jakarta benar-benar multikultural, tidak bisa membanggakan ke-Jawa-an, tidak bisa membanggakan leluhur, tidak bisa membanggakan garis keturunan, tidak bisa mengaku-ngaku sesepuh. Sebenarnya bisa saja kalau mau, tetapi tentu akan ditanya. Kalau ditanya jawabannya ngalor ngidul orang tentu akan tertawa hahahaha



Ada orang yg suka pakai gelar, misalnya Ki Ageng Gondal Gandul. Saya tidak suka pakai begituan. Saya juga tidak suka dipanggil Pak, Om, dll. Anda cukup panggil saya Leo saja. Saya pakai gaya bicara orang Barat yg panggil nama saja. Kalau sudah kenal saya, bisa langsung panggil Leo saja.



Saya tidak melihat manusia berdasarkan derajat tinggi rendah. Tua atau muda. Saya lihat, setiap orang bisa memilih. Kalau mau masuk komunitas yg tingkat pendidikannya terbatas, ya masuklah. Kalau mau masuk komunitas yg rata-rata berpendidikan tinggi juga bisa. Banyak pilihan. Dan saya pikir Komunitas Spiritual Indonesia termasuk yg members-nya berpendidikan tinggi. Rata-rata lulusan perguruan tinggi. Banyak yg S2. Kita tidak bisa lagi dibohongin oleh mereka yg mengaku punya ilmu kasepuhan. Kasepuhan artinya sepuhan, disepuh, dilapis. Isinya bisa saja batu kali, tapi disepuh emas. Kita tidak lihat sepuhannya, kita lihat isinya.



Mungkin yg jualan Ilmu Kasepuhan kebanyakan berasal dari Jawa Barat, sebab saya merasa mereka tidak punya sense of humor. Tidak bisa melucu dan ngeyel-ngeyel seperti orang Yogya. Bukan Kejawen, which is very sad. Kejawen juga bermacam-macam, dan terkadang saya suka juga, especially yg gaya Yogya, karena banyak humornya. Yg dari Jawa Barat mukanya lonjong, tidak tertawa. Kalau tertawa dianggap bisa hilang wibawa.



Tingkat pendidikan ada pengaruhnya, tetapi tidak mutlak. Lingkungan juga ada pengaruhnya. Kemauan juga ada pengaruhnya. Kita harus punya kemauan untuk maju dan tidak kalah dengan orang-orang internasional. Yg kita hadapi adalah satu dunia, bukan satu kampung. Kalau mau jadi orang Indonesia yg punya kebanggaan diri, jadilah manusia internasional. Mengerti gaya bergaul internasional. Mengerti cara bicara dan menulis orang internasional. Sudah cukup orang Indon jadi bahan tertawaan orang-orang luar, bahkan jadi tertawaan sesama orang Indon sendiri.



I am a dukun online. Tapi bahkan kata "dukun" saya gunakan untuk guyon-guyon. Terkadang kita saling memanggil "mbah", tetapi itu juga guyon-guyon. Kalau sudah serius, jadinya kampungan. We are never serious about such things. Kita cuma serius soal jujur sama diri sendiri. Kalau sudah jujur sama diri sendiri, yg lain bisa menyusul. Kalau masih mau main tipu-tipu, semakin lama the sepuhan semakin tebal. Sampai orang tidak mengira isinya batu kali.



-



Saya pernah dapat pengertian melalui mimpi, bahwa Kejawen itu Kristen. Secara essensial, Kejawen itu Kristen. Tetapi itu cuma bisa dilihat oleh orang yg mau membuang segala macam simbol dan melihat intisari dari sikap yg dianut. Tidak semua orang bisa melihat itu.



Saya bilang, Tuhan atau Gusti itu cuma simbol saja. Pengertiannya suka-suka. Dan pengertian tergantung dari pemikiran. Pemikiran menggunakan simbol-simbol. Semuanya valid, cuma simbol. Dan simbol bukan fakta. Itu yg orang Indon tidak mengerti. Dikira simbol benar-benar ada, pedahal adanya cuma di dalam pikiran manusia.



Makanya saya tidak terlalu perduli dengan simbol-simbol. Saya lihat prakteknya apa, hasilnya apa. Walaupun banyak kekurangannya, saya lihat ada beberapa kelompok etnik/religious tertentu yg sumbangannya besar sekali bagi Indonesia. Kristen Jawa termasuk kelompok etnik/religious yg sumbangannya besar sekali.



Dan Indonesia ini lucu, Kristen secara salah kaprah sering dilihat seolah-olah dua agama. Ada Protestan dan ada Katolik. Sebenarnya ini satu agama, tetapi dua aliran besar. Aliran Protestan dan aliran Katolik. Aliran Katolik organisasinya cuma satu, yaitu Gereja Katolik. Aliran Protestan organisasinya banyak sekali, mungkin lebih dari seratus. Mungkin juga lebih. Mungkin lebih dari 200. Orang bisa pindah dari satu organisasi gereja ke organisasi gereja lain. Namanya pindah keanggotaan. Gereja berdasarkan keanggotaan. Tapi bukan berarti tertutup karena siapapun bisa ikut masuk dan ikut ibadah, walaupun bukan anggota. Biasanya yg Katolik akan mencari gereja Katolik juga. Yg Protestan akan mencari gereja Protestan sesuai tempat asal. Protestan itu banyak, dan orang akan mencari yg paling cocok dengan dirinya sendiri. Ada Protestan Batak, Protestan Jawa, Protestan Tionghoa, Protestan Ambon Manado. Macam-macam. Tetapi kalau diadakan acara bersama, maka semuanya berkumpul tanpa membeda-bedakan. Tidak ada kafir-mengkafirkan.



Menurut pengamatan saya, semua gereja Protestan maupun Katolik sudah kena pengaruh aliran karismatik, sehingga akhirnya tidak terlalu mementingkan dogma lagi. Yg dipentingkan adalah pengalaman spiritual. Bagaimana menghayati Yesus yg hidup di dalam kesadaran diri sendiri dan orang lain. Bagaimana menjadi Yesus yg perduli dengan orang lain, dan perduli juga dengan diri sendiri sehingga tidak bodoh dan terpuruk terus-menerus ke dalam kemiskinan material dan spiritual. Begitu seharusnya, walaupun tentu saja selalu ada exceptions. Ada juga Protestan fundamentalis di Indonesia yg bilang Katolik sesat. Ada Katolik model kuno yg masih bilang Protestan sesat. Tapi secara umum semuanya sudah berubah. Dan ini kemajuan besar sekali dibandingkan bahkan 100 tahun lalu ketika gereja Katolik masih ngotot membanggakan dirinya sebagai satu-satunya yg benar. Dan, yg paling penting, tidak ada lagi teror menteror manusia oleh orang-orang Kristen. Bisa saja anda dikejar-dikejar dan dibujuk-bujuk. Tapi tidak pakai teror. Anda bisa usir orang gereja kalau anda tidak tertarik. Kalau tertarik, bisa ikut. Tidak tertarik tinggalkan saja. Tidak ada pemaksaan.



So, Kristen saat ini beda. Saya pelajari Kristen terus, Kristen di AS waktu saya disana, dan Kristen di Indonesia. Ternyata tidak seperti digembar-gemborkan mereka yg tidak mengerti. Dogma memang masih ada, tetapi tidak lagi dipentingkan. Cuma di bibir saja. Jadi, anda bisa menjadi diri anda sendiri, dengan cara yg anda pilih. Dan itu urusan anda sendiri. Orang-orang gereja, dan para ulamanya tidak akan punya hak masuk dalam kehidupan pribadi anda. Anda bisa usir mereka. Itu sudah seperti di AS dan negara-negara maju. Yg dipentingkan adalah pengalaman spiritual pribadi, walaupun tentu saja tetap ada perdebatan tentang hal-hal yg kristiani dan bukan. Tetapi perdebatan tetaplah perdebatan, prakteknya diserahkan kepada individu masing-masing.



Dan ini bagus sekali, artinya setidaknya 10% dari penduduk Indonesia (mungkin lebih), yaitu orang-orang yg terpengaruh Kristen di Indonesia telah masuk menjadi anggota kelas menengah. Kelas menengah itu masyarakat madani menurut pengertian Gus Dur. Artinya masyarakat yg sadar diri, tahu membedakan hal-hal pribadi dan hal-hal umum. Penghayatan keagamaan merupakan hal pribadi. Kalau di tempat umum, kita cuma bisa bernyanyi-nyanyi dan berbagi. Tidak bisa mengajarkan orang untuk menerima satu pendapat saja, dan bilang pendapat yg lain haram jadah.



Itulah pluralisme. So, bahkan Kristen juga plural. Kristen itu pluralis. Pluralis dan multikulturalis. Itu bagusnya. Jeleknya, masih ada yg suka jualan juga.



-



Pemahaman tentang pluralisme berhubungan dengan tingkat peradaban. Di negara-negara beradab, agama tidak menjadi penghalang bagi manusia untuk menikah, misalnya. NKRI ini termasuk negara tidak beradab karena masih memiliki UU yg bilang perkawinan adalah antara manusia berbeda jenis kelamin yg beragama sama.



Itu UU yg relatif baru sebenarnya, dibuat di tahun 1974 oleh Rejim Suharto, dan sampai saat ini belum dicabut. Tadinya di Indonesia tidak begitu. Tadinya lebih beradab, artinya siapa saja bisa menikah dengan siapa saja, asalkan tidak terikat hubungan pernikahan dengan pihak lain. Agama tidak menjadi penghalang.



Para penganut agama yg membatasi diri sendiri hanya mau menikah dengan yg seagama tentu saja tidak akan menjadi masalah. Itu urusan pribadi. Yg tidak boleh adalah menerapkan UU negara yg membatasi perkawinan hanya antara yg seagama saja. Itu jahilliyah. Warisan Suharto yg masih belum dicabut sampai saat ini. Sumber pembodohan massal sekaligus pelecehan HAM (Hak Asasi Manusia). Merupakan hak asasi manusia untuk menikah dengan siapa saja tanpa membedakan SARA. Kalau membedakan artinya melecehkan HAM.



UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yg bilang perkawinan adalah antara manusia yg seagama cepat atau lambat akan dicabut. Itu UU yg super biadab. Sekarang negara-negara beradab sudah banyak yg melegalkan perkawinan antara sesama lelaki, dan sesama perempuan. Perkawinan homosex dan perkawinan lesbian. Sedangkan Indonesia masih berkutat pada perkawinan seagama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar