19 Des 2011

Liberalisme.. Liberalisme..

by Leonardo Rimba II on Monday, December 19, 2011 at 7:09pm

Pemikiran keagamaan yg bilang Islam artinya ikhlas dan pasrah or something like that harusnya tidak tergantung dari kitab suci Alquran. Sama saja seperti pengikut Yesus yg tidak perlu tergantung dari kitab suci Alkitab. Merupakan hak individual seseorang untuk menyebut dirinya Kristen dan tidak berpegang pada Alkitab. Orang-orang Kristen mengakui hak individual itu. Tetapi mereka yg berlatar-belakang Islam mungkin masih tidak bisa melihat. Tidak masuk di akal mereka bahwa orang bisa mengaku Islam dan tidak berpegang pada Alquran. Beda jauh dari Kristen. Liberalisme di Islam masih tertinggal jauh dari liberalisme dalam Kristen.



Liberalisme dalam penghayatan keagamaan orang mungkin tergantung komunitasnya. Komunitas Kristen Palestina, misalnya, merayakan Natal di tempat kelahiran Yesus di Bethlehem dengan mengadakan parade bagpipe bands di jalan-jalan di kota kecil itu pada tangal 24 Desember siang. Saya lihat mereka membawa-bawa bendera Palestina, dan itu tentu saja tidak apa. Tidak ditangkapin oleh tentara Israel.



Dari wajah-wajahnya juga sudah kelihatan, Palestina bukanlah Arab asli. Banyak yg setengah bule juga. Mungkin kecipratan darah serdadu Knight Templars dari Eropa pada saat Perang Salib.



Tentara Israel masih menjaga Bethlehem sampai sekarang. Resminya orang-orang Palestina dari luar kota dilarang masuk, tetapi mereka memaksa masuk juga, dan tidak diapa-apakan. Yg benar-benar dilarang masuk orang Palestina dari Gaza.



Skripsi saya di FISIP UI tentang deklarasi kemerdekaan Palestina. Mereka sudah deklarasi kemerdekaan dari dulu, makanya di Jakarta ada Kedutaan Besar Palestina. Menurut yg saya baca, populasi Kristen di Palestina termasuk tertinggi di Timur Tengah, sekitar 30%. Kurang lebih sama seperti populasi Kristen di Libanon. Tetapi sekarang sudah tinggal 5% saja. Sebagian besar sudah hijrah ke Eropa dan Amerika. Mereka menjadi imigran.



-



Orang Jawa di Suriname bisa maju karena merasakan sendiri menjadi imigran. Mental imigran beda. Ini mental Yahudi, mental orang AS, Australia dan Kanada yg memang keturunan imigran. Mental India dan Cina Perantauan juga. Kalau tidak pernah menjadi imigran, atau tidak merasa sebagai keturunan imigran, anda tidak akan bisa punya mental baja untuk bertahan hidup dan melakukan inovasi. Jenis mental yg ini susah dijelaskan tetapi ada. Ini sama dengan mental orang Batak perantauan dan mental orang Minang perantauan. Tanpa pernah mengenal arti kata "perantauan", anda akan tetap hidup di bawah tempurung. Merasa diri paling berbudaya satu dunia.



Ngomong-ngomong, yg jadi artis Jawa di Suriname ternyata wajahnya kayak bebong. Di Indo yg model begitu cuma laku buat dikirim ke Arab. Untuk artis diambil yg punya campuran bule. Di Indo sendiri yg bisa maju keturunan imigran, termasuk keturunan bule. Kalau wajahnya masih asli gak terlalu masuk hitungan disini. Dianggap tidak komersil.



Whatever the case, keturunan kuli kontrak dari Jawa yg dibawa Belanda ke Suriname mungkin sekarang termasuk kelompok etnik Jawa yg paling tinggi taraf hidupnya. Mereka sudah masuk kelompok kelas menengah. Yg di Jawa sendiri, sebagian besar masih masuk kelas bawah. Orang Jawa di Suriname bisa masuk kelas menengah karena menjadi imigran, sudah punya mental imigran, sudah sadar harus mandiri dan belajar berpikir.



Tapi jangan salah sangka, muka perempuan Jawa yg hancur lebur berantakan adalah yg masuk nominasi selera orang bule. Bule suka sekali wajah seperti itu. Untuk orang Indon dibilang jelek, tapi untuk bule dibilang eksotik. Saya tahu banyak perempuan Jawa yg berwajah hancur lebur berantakan laku sama bule-bule ganteng. So, untuk teman-teman perempuan yg wajahnya minus, plis jangan putus asa. Anda lakunya sama bule, bukan sama orang Indon.



Saya rasa orang Jawa di Suriname, walaupun sudah berhasil di perantauan, tidak berminat mengajak sanak-saudaranya yg masih tertinggal untuk ikut merantau kesana. Alasannya bisa diduga, yaitu orang Jawa rese. Jawa Suriname sudah fasih berbahasa Belanda sejak dulu, sedangkan orang Jawa yg dari kampung masih takut sama Belanda. Takut dekat-dekat karena bisa masuk neraka.



-



Ada juga Hawaii, wilayah keturunan orang-orang yg satu rumpun dengan orang Indon, yaitu rumpun Austronesia. Fakta memperlihatkan ternyata orang-orang Austronesia yg paling maju adalah yg wilayahnya dikelola langsung oleh orang bule, seperti Hawaii dan Selandia Baru.



Saya baru mengerti kenapa dulu cukup banyak orang Minahasa yg ingin agar daerah mereka dijadikan propinsi ke-12 dari Belanda. Ternyata manfaatnya luar biasa banyak kalau menjadi wilayah negara Barat. Menyesal.. menyesal..



Belanda akhirnya mengambil Aruba, suatu wilayah kecil di Amerika Selatan sebagai propinsi seberang lautan mereka. Seharusnya Minahasa.



Hawaii tadinya negara merdeka, bentuknya kerajaan, terakhir diperintah oleh seorang ratu yg dikudeta oleh pengusaha-pengusaha AS. Setelah dikudeta, Hawaii dianeksasi (dicaplok) oleh AS. Dianeksasi artinya otomatis semua orang yg ada di wilayah itu menjadi warganegara AS. Kalau Minahasa dianeksasi oleh Belanda, artinya otomatis semua penduduk Minahasa menjadi warganegara Belanda. Tentu saja akan cepat sekali majunya. Sayang itu aspirasi tidak cukup mendapat dukungan, karena orang saat itu belum mengerti. Kalau mengerti, tentunya mayoritas orang Minahasa lebih suka menjadi warganegara Belanda.



So, kalau Australia mau aneksasi Maluku Selatan dan Sulawesi Utara, tentunya tidak terhitung banyaknya orang dari Jawa yg akan hijrah ke kedua wilayah itu. Karena sekarang orang sudah mengerti. Mengerti bahwa manfaatnya begitu banyak kalau menjadi warga dari negara maju seperti yg sudah dinikmati oleh penduduk asli Hawaii dan Selandia Baru.



Suriname sendiri tidak dianeksasi oleh Belanda. Sekarang Suriname sudah merdeka, berdiri sendiri, walaupun tentu saja tetap bergabung dengan Dutch Commonwealth (persemakmuran Belanda dengan wilayah-wilayah bekas koloninya). - For your info, bahkan Sukarno membawa Indonesia keluar dari Dutch Commonwealth.



Tambahan, selain Aruba, Belanda juga punya dua propinsi seberang lautan lainnya, yaitu Curacau dan Sint Maarten. Sedangkan di bekas koloninya yg terbesar, yaitu di Indonesia ini, Belanda tidak mengambil satu pun wilayah untuk dijadikan propinsi seberang lautan. Sayang sekali.



Saya lihat Bali cocok dengan Jepang. Kalau Bali dianeksasi oleh Jepang, tentulah pernak-pernik hasil kerajinan tangan Bali akan tampil di fashion show di Tokyo, Paris, London dan New York. Itu akan sangat menaikkan harkat martabat orang Bali yg, bahkan sampai saat ini sering dikatain kapir oleh banyak orang di Jawa karena, maklumlah, orang Bali menyembah berhala berupa dewa dewi dan leluhur.



Pada pihak lain, kita tidak bisa mengharapkan Jepang, karena biar bagaimanapun juga orang Jepang masih rasis. Yg total tidak rasis adalah orang bule di Australia dan AS. So, paling enak kalau kita bergabung dengan Australia saja.



Australia bahkan sudah mengijinkan pasangan homosex atau lesbian dari warganegaranya untuk diboyong ke negara itu juga. Saya kenal pasangan bule Australia dengan boy friend-nya yg orang Indon. The boy friend diboyong ke Australia setelah the bule bisa membuktikan sudah berhubungan intim selama 3 tahun berturut-turut. Itu bisa. So, Australia memang aji gile karena, bahkan seorang lelaki Australia bisa memboyong pacar gay mereka ke Australia juga.



Dan itulah fungsi negara, yaitu melindungi dan mendukung kegiatan para warganegaranya. Apapun bentuknya, asalkan tidak kriminal pastilah didukung; termasuk disini kegiatan seksual, bahkan dengan pasangan sejenis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar