12 Des 2011

Kabar Gembira bagi Teman-teman Kita yg Homosex

by Leonardo Rimba on Monday, December 12, 2011 at 11:03am

Kabar gembira bagi teman-teman kita yg homosex ataupun lesbian, karena sebentar lagi akan bisa menikah secara resmi dengan pasangan sex sejenisnya di Australia.



Beginilah situasi dan kondisi di negara beradab. Agama tidak menjadi issue sama sekali. Itu sudah lewat. Laki-laki dan perempuan bisa menikah tanpa memperdulikan latar belakang agama. Yg sekarang menjadi issue adalah pernikahan sejenis kelamin atawa yg di Indonesia dikenal sebagai jeruk makan jeruk.



Negara pertama satu dunia yg melegalkan pernikahan sejenis adalah Belanda, yaitu mantan penjajah kita yg sangat liberal dan paling manusiawi. Sekarang teladan Belanda sudah diikuti oleh puluhan negara, termasuk Spanyol yg mayoritas Katolik. Di AS sebagian negara bagian sudah melegalkan pernikahan sejenis.



Dan ini tidak berarti orientasi seksual anda dipatok mati, karena anda bisa menikah dengan lawan jenis maupun sejenis. Jadi, bisa saja pernikahan pertama dengan lawan jenis, lalu cerai. Pernikahan kedua dengan sejenis. Itu bisa. Asssooooyyyyy



Untuk anda yg belum tahu, di Australia dan negara-negara maju lainnya tidak dikenal istilah Pluralisme. Kenapa? Karena semua orang mengerti bahwa segalanya plural, jadi tidak seperti di Indo yg harus diajar satu demi satu bahwa kita ini bermacam ragam manusia, plural, dan semuanya valid, sehingga tidak perlu bawa-bawa argumen tentang tradisi Inggris yg harus dipertahankan, misalnya. Istilah yg dipakai disana adalah Multiculturalism, artinya penerimaan semua latar belakang budaya sebagai bernilai setara. Baik dari Indo, Malay, Cina, Perancis, Portugis, Iran, India, Jepang, Belanda, Polandia, Israel dll... semuanya setara. Itu di Australia dan negara-negara maju. Di Indo, kita masih ngotot ada budaya asli dan tidak asli. Ada orang tertentu yg merasa harus didahulukan sebagai VIP dengan alasan membawa budaya asli, atau membawa agama asli sehingga orang-orang lainnya terpaksa mengucapkan Subhanalloh, ampun DJ.



Multiculturalism di-indo-kan sebagai Multikulturalisme. Menurut saya, itu bukan Pluralisme, tetapi lebih jauh lagi. Pluralisme itu istilah keagamaan sebenarnya, digunakan untuk berbagai aliran dalam satu agama. Dalam kehidupan sekuler kemasyarakatan, kita tidak pakai istilah Pluralisme, melainkan Multikulturalisme.



Tetapi orang Indon penuh salah kaprah. So, bahkan istilah Pluralisme adalah salah kaprah juga. Mungkin dulu dipopulerkan oleh Gus Dur, maksudnya supaya ada penerimaan terhadap berbagai aliran berbeda di dalam tiap agama. Itu saja belum beres, masih ada diskriminasi, pembedaan antara aliran "benar" dan aliran "sesat". Jadi, di Indo, aliran benar harus duduk di kursi VIP, dan aliran sesat harus duduk di kelas kambing.



Multukulturalisme tidak lagi bicara tentang Pluralisme karena semua orang tahu aliran-aliran keagamaan merupakan urusan suka-suka. Maksudnya, suka-suka orang. Bisa pakai apapun yg orang suka, tanpa perlu memberikan alasan apapun. Itu soal taste, selera. Selera pribadi, tidak dicampuri oleh orang lain.



Tetapi di Indo, segalanya terbalik. Masih banyak yg merasa berhak untuk memaksakan selera pribadi ke orang lain. Makanya Pluralisme digalakkan. Kayak anjing, ada istilah "galak".



-



Yg saya dorong dari dahulu adalah berbagi. Kita belajar dari berbagi pengalaman satu sama lain. Tetapi ternyata itu susah sekali. Orang Indon ternyata tidak terbiasa menulis. Pedahal kalau bertemu langsung ceritanya segala macam. Santet, pelet, selingkuh, gosip. Segala macam yg tidak senonoh dikeluarkan. - Nah, berbagi yg seperti itulah yg bisa dituliskan. Kita bisa saling belajar dari hal-hal seperti itu.



Anda tahu tidak? Buku Membuka Mata Ketiga isinya adalah sharings dari puluhan teman. Mereka berbagi pengalaman spiritual pribadi. Karena mereka mau terbuka dan berbagi, akhirnya mereka bisa membantu ribuan orang Indon lainnya. Puluhan ribu malahan, karena the buku akan dicetak terus-menerus sampai semua mata ketiga orang Indon terbuka dengan sehat dan sempurna.



Saya paling sebel kalo baca postingan dengan nada perintah. Contoh: "Apakah reinkarnasi itu, percaya atau tidak dan berikan alasannya." -- Ini gaya bahasa anak sekolahan yg sering dikasih ulangan dan dapat nilai jelek.



Contoh berbagi: "Dulu saya percaya reinkarnasi, tapi sekarang tidak lagi karena tidak ada buktinya. Manusia bisa saja dihipnotis dan merasa melihat kehidupan masa lalu. Tapi apakah itu benar kehidupan masa lalu tentu saja tidak bisa dibuktikan karena kita bisa saja melihat segala macam ketika dihipnotis. Sama saja seperti kita bermimpi."



Saya juga paling sebel dengan orang Indon yg bisanya nyuruh orang lain diam. Ini idola orang Indon, yaitu tutup mulut. Tutup mulut, tutup otak, dan jadi manusia melempem. Kita sudah terlalu lama melempem. Tidak perlu lagi saling menyumbat mulut sesama.



Oh (my tangans jalan sendiri, kesambet jin Darmogandhul)



Kalau anda merasa ada pemikiran bodoh dan tidak masuk akal, anda berhak untuk membahasnya. Saya tidak ragu-ragu untuk membahas mitos-mitos Jawa, contohnya. Saya bahas dengan cara kritis. Kritis, analitis dan guyon-guyon. Itu acceptable, bisa diterima. Bukan menghina dan memaki-maki.



Kemarin saya menulis note tentang Arab. Itu himbauan saya agar kita tidak menggeneralisir Arab. Saya tahu sendiri Arab Indonesia sangat intelektual. Beda jauh dari Arab gurun. Itu himbauan saya, walaupun tidak saya tulis secara eksplisit di note itu. Menggeneralisir kelompok orang ke dalam stereotype bukanlah perbuatan cerdas. Orang Indon juga harus belajar itu. Belajar berpikir keluar dari stereotype.



Kita bisa berbagi pengalaman spiritual pribadi. Bukan untuk jualan agama atau budaya, melainkan untuk saling belajar. Bahwa hidup adalah hidup, dan kita bisa pakai agama dan kepercayaan apapun. Bisa tanpa agama dan kepercayaan. Bisa agnostik, bisa atheist. Tanpa perlu norak dan kampungan memuja-muji agama sendiri, dan mengkafirkan yg lain. Kita plural, multikultural.



Kita tidak anti agama, kita tahu semua agama dibuat oleh manusia. Yg kita perdulikan adalah pengalaman pribadi, bagaimana manusia menghayati kehidupannya sendiri tanpa perlu jatuh kepada pembodohan massal yg disebarkan oleh agama dan budaya.



Selama bertahun-tahun saya sudah mencontohkan habis-habisan bagaimana caranya berbagi. Berbagi artinya menceritakan pengalaman pribadi, pemikiran pribadi. Tetapi nampaknya itu susah sekali dilakukan oleh orang Indon. Mungkin karena orang Indon sejak kecil sudah dipaksa jadi robot. Bisanya membeo saja. Dan itu kita bisa rubah. Bisa kita rubah sekarang juga. Caranya. Just do it. Tuliskan saja pengalaman pribadi anda, pemikiran pribadi anda. Anda bukan budak, bukan anak SD.



Kita tidak bisa balik lagi ke masa lalu. Tidak bisa napak tilas konflik antara Hindu-Budha dan Islam, contohnya. Dunia sekarang sudah tidak pakai agama. Bahkan tidak pakai budaya. Yg ada cuma penghormatan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia). Setiap orang berhak atas privasinya masing-masing. Tidak pantas ada pemaksaan kepercayaan oleh negara maupun masyarakat. Pemaksaan budaya juga tidak pantas. Budaya Jawa tingkatnya sama dengan budaya Dayak. Tidak ada yg lebih luhur. Itu yg orang sering lupa.



Kalau mau menghitung jerih payah orang-orang terdahulu, maka yg paling besar jasanya adalah orang-orang Belanda yg menyatukan negeri ini dari Sabang sampai Merauke. Peradaban modern dibawa oleh orang Belanda. Tanpa orang Belanda, kita masih jalan jongkok di depan priyayi Jawa.



And that's the end of my sharing for today. Itu caranya berbagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar