30 Nov 2011

Sinterklaas ataupun Santa Claus Bukan Budak

Leonardo Rimba II:
Sinteerklaas juga simbol Tuhan. Tidak sadis, melainkan reasonable. Anda dapat hadiah kalau rajin ibadah, gemar menabung dan jarang masturbasi.

by Leonardo Rimba II on Wednesday, November 30, 2011 at 10:49am

Untuk teman-teman yg belum tahu, tenaga anda akan lebih dihargai oleh orang bule (AS, Inggris, Australia, Jerman, dll). Otak anda akan dihargai, argumen anda akan didengar. Dan itu kebalikan dibandingkan anda menjual diri kepada orang Indon. Dengan orang Indon, anda akan dibayar relatif lebih kecil. Otak anda tidak dihargai, argumen anda dianggap tidak ada. Dengan orang bule, anda bisa bicara dengan nada biasa. Dengan orang Indon, anda harus bicara teriak-teriak. Itu juga seringkali tidak didengar.



Apakah salah apabila disimpulkan bahwa Indon memang sinonim dengan sikap busux? Tidak menghargai manusia. Makanya orang Indon gila hormat. Mencari penghormatan dengan simbol-simbol verbal dan fisik karena tidak dihargai oleh habitatnya sendiri.



Saya sendiri lebih comfortable dengan orang bule dibandingkan dengan orang di Jawa yg pakai basa-basi setinggi gunung Himalaya. Terlalu capek menghadapi adat orang Indon. Tidak kemana-mana, jalan di tempat.



Ada orang Indon yg sebenarnya sudah jadi orang internasional seperti saya. Ada yg otax-nya masih tertutup mengira bule itu barbar, dan Jawa pusat peradaban. Terbalix.. terbalix..



Lalu, salah kaprahnya juga menjadi-jadi, Belanda disalahkan telah membawa Indonesia jadi feodal. Pedahal Belanda sama sekali tidak feodal. Belanda itu masyarakat egaliter dari dulu sampai sekarang. Egaliter dan sederhana. Bersih dan tidak korup. Yg suka bermewah-mewah dan korupsi itu masyarakat Indon. Warisan dari leluhur kita yg dipuja-puji sebagai manusia berbudi pekerti tinggi.



Ketika dipegang Belanda, Indonesia berjaya menjadi pengekspor hasil bumi. Lalu perkebunan-perkebunan Belanda dinasionalisasi oleh Sukarno, menjadi perusahaan negara dengan nama PERHUTANI. Oleh Suharto, militer ditempatkan menjadi manajer-manajer di perusahaan perkebunan ex Belanda itu. Dan hancurlah semuanya. Yg menghancurkan potensi Indonesia yg dibangun oleh Belanda adalah orang kita sendiri. Belanda membangunnya, kita menghancurkannya.



Ini cuma pengamatan sehari-hari saja, dimana jelas sekali orang Indon suka menjatuhkan satu sama lain. Semuanya dijatuhkan demi keuntungan pribadi yg menjatuhkan itu. So, anda akan ditekan sejadi-jadinya untuk membuang ego, agar anda bisa disetir seperti kuda. Atau seperti angkot. Pokoknya segalanya yg bisa disetir. Anda akan dimanipulasi agar bisa disetir demi keuntungan pihak yg menyetir, biasanya ulama, keluarga, teman-teman. Itu ciri khas orang Indon, semuanya bermain jatuh-menjatuhkan. Semuanya ahli manipulasi. Makanya semuanya bertopeng. Topeng paling umum adalah rebutan mencari hormat. Gila hormat. Gila bentuk, tanpa essensi.



-



Tentu saja kita tidak selamanya begini terus. Saya masih percaya Indonesia punya masa depan cerah. Tetapi itu tidak bisa datang begitu saja dari langit. Malaikat Jibril sudah retired sekarang, dan kita sendiri yg harus berusaha. Mulai dari diri masing-masing.



Yg pasti, kita harus belajar untuk menendang orang Indon yg mau menjadi wasit tingkah-laku kita. Mau memanipulasi. Mau jualan Allah, tradisi, adat istiadat, dlsb. Dengan kata lain, mau memaksa. Indon artinya tukang memaksa. Semua mau dipaksakan. Agama mau dipaksakan, adat mau dipaksakan. Menikah dipaksakan. Punya anak dipaksakan. Segalanya pakai pemaksaan. Itu ciri khas Indon. Ciri yg jelas tidak beradab. Uncivilized.



Kalau ditanya, jawabannya cuma satu: "dari sononya". Dari sononya? Dari sononya memang sudah goblox dan tidak bisa berubah?



Tetapi kita tidak bisa merubah orang lain. Kita cuma bisa merubah diri sendiri saja. Makanya saya merubah diri saya sendiri. Saya tidak mau lagi mengakomodasi orang yg berlindung di bawah tempurung. Baik tempurung agama, tempurung budaya, apalagi tempurung kepala orang itu sendiri. Setiap orang harus berbicara untuk dirinya sendiri-sendiri.



Orang Indon yg berpendidikan tinggi banyak juga yg bermental budax, terutama yg bekerja di pemerintahan. Mereka budax, korupsi harus jalan terus dengan jalan memperbudax manusia lainnya, yaitu anda.



-



Segalanya proses memang iyalah. Inggris saja tidak sekaligus jadi seperti ini. 200 tahun lalu orang Inggris masih kampungan. AS malahan masih kampungan sampai pertengahan abad ke 20. - Kita di abad informasi mungkin akan berubah lebih cepat. Tidak perlu harus lewat jatuh bangun ratusan tahun seperti masyarakat Barat. Saya rasa, 100 tahun dari sekarang juga sudah beda jauh. Mungkin 100 tahun dari sekarang, Indonesia akan lebih liberal daripada Jepang sekarang. Tapi, sekali lagi, yg namanya proses is always ugly. Jelek dilihatnya. Kita maunya langsung jadi, tapi itu tidak bisa, kecuali untuk diri pribadi.



Kompetisi di masyarakat Barat sudah beda hakekatnya dengan di masyarakat terbelakang seperti Indonesia. Disana kompetisi prestasi, bukan pemaksaan agama dan adat seperti di Indonesia. Bukan merenung-renung, melainkan praktek. Praktek hidup, eksperimen, trial and error. Sudah beda jauh dengan hakekat kompetisi di masyarakat setengah tertutup seperti Indonesia. Disini masih banyak kompetisi untuk menyumbat mulut orang. Saling bersaing menyumbat mulut orang (otak orang). Trick yg dipakai macam-macam, biasanya pakai kata-kata bersayap. Ujung-ujungnya menghimbau agar orang merenung. Itu pembodohan massal juga.



Orang bule banyak juga yg dogol, tapi bukan budak. Orang Indon banyak yg pintar, tapi budak. Ini soal mental. Mental merdeka vs. mental budak. Indon artinya budak. Slave. Manusia tingkat rendah, yg merasa dirinya tingkat tinggi.



-



Spiritual artinya biasa-biasa saja, ordinary, common. Tidak ada yg "wah" tentang menjadi manusia spiritual. Semua manusia sudah spiritual sejak lahir. Artinya punya spirit, roh, kesadaran, sesuatu yg tidak bisa terlihat. Yg bisa terlihat is you punya kelakuan. Whether good or bad.



Kalau good, nanti dapat hadiah dari Sinterklaas. Kalau bad, you masuk karung and digebukkin oleh Zwarte Piet.



This is my cara berbagi, sharing. Sinterklaas is part of my childhood. Bentuknya memang begitu, tidak gendut. And ada juga Piet Ireng yg bawa-bawa karung. Bawa sapu lidi too. The sapu lidi di-import dari Netherlands Indie karena di Holland tidak ada pohon kelapa. Adanya kepala-kepala. Brains. Otax.



Sinterklaas datangnya tanggal 6 Desember. Bawa buku besar yg isinya catatan you punya kelakuan setahun penuh. Kalau you suka beramal ibadah, rajin menabung, en jarang masturbasi, maka you akan dapat hadiah. Kalau suka ngomong jorox, you akan dikejar-kejar oleh si Piet Item itu.



"Jij anak nakalz heeeeehhhh... ikke poekoel pake sapoe lidie jij punya tititz...", begitu kata si Piet.



Sinterklaas dari Holland, Santa Claus dari AS.



Yg asli itu Sinterklaas, menurut legenda dia itu seorang uskup yg berasal dari satu kota di Turki sekarang. Semasa hidupnya suka membantu banyak orang. Setelah meninggal dinobatkan sebagai orang suci, makanya disebut "sint". Dalam bahasa Inggris "saint". Dalam bahasa Indonesia "santo". Tanggal 6 Desember adalah perayaan Hari Santo Nicolas (Sinterklaas), di hari itu diadakan ritual mengenang orang suci ini, yg akhirnya berkembang menjadi perayaan rakyat. Menjadi tradisi. Tradisi ini dibawa ke Amerika Utara, dan disana di-modif menjadi Santa Claus.



Santa Claus is mostly materialistic. Sinterklaas tidak begitu. Ada ajaran moralnya juga, yaitu tentang menjadi anak baik dan bertanggung jawab. Itu cara orang Belanda melatih budi pekerti kepada anak-anaknya. Saya dibesarkan dalam budaya itu. Well, at least masih kecipratan sedikit.



AS tidak klaim Santa Claus. Semua orang tahu Santa Claus asalnya dari AS. Sekarang sudah mendunia, bahkan menyaingi Sinterklaas. Tapi orang yg mengerti tahu bahwa Sinterklaas datangnya tanggal 6 Desember. Kalau Santa Claus, tanggal 24 Desember malam.



Sinterklaas ataupun Santa Claus bukan budak, mereka volunteer (sukarelawan) atau dibayar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar