28 Okt 2011

Mana Mau Perempuan di Negara Beradab Mencium Tangan Suami ?

Mungkin pemaksaan istri mencium tangan suami secara halus maupun kasar sudah tidak ada lagi di kalangan menengah atas dan berpendidikan tetapi, saya lihat sendiri, hal itu masih dipraktekkan di masyarakat menengah bawah. Sama saja seperti pemaksaan anak-anak untuk mencium tangan orang tua, hal-hal seperti itu patut dipertimbangkan kembali karena sudah tidak sesuai dengan azas kesetaraan derajat manusia. Semuanya sederajat, tidak perlu cium tangan. (Leonardo R.)


Mana Mau Perempuan di Negara Beradab Mencium Tangan Suami ?

by Leonardo Rimba on Thursday, October 27, 2011 at 7:14pm

Saya masih kecil waktu pertama-kali mendengar istilah Sembahyang Tuhan Allah dari nenek saya yg masuk hitungan sebagai member Cina Betawi. Nenek saya pakai kebaya, berbahasa Indonesia dengan beberapa kosa kata Peranakan Cina yg jelas berasal dari dialek Hokkian dan bukan Mandarin (bahasa nasional Cina). Barusan saya baru tahu bahwa the sembahyang namanya King Thi Kong, suatu istilah yg lebih asli.Tapi nenek saya dan kerabatnya sudah pakai istilah Sembahyang Tuhan Allah, yg mungkin marak digunakan sejak Alkitab diterjemahkan ke bahasa Melayu beberapa ratus tahun lalu.
 
Di Alkitab itu memang ada istilah Tuhan Allah, terjemahan dari Adonai Elohim di bahasa Ibrani. Jadi Tuhan Allah muncul pertama kali di Alkitab berbahasa Melayu. Dan di masyarakat Peranakan Cina, the Tuhan Allah dimengerti sebagai Thi Kong yg terkadang disebut Thian. Ini sekali lagi menegaskan thesis saya, bahwa komunitas Peranakan Cina dengan bahasa Melayu Pasar-nya memang benar-benar penyebar bahasa kita. Istilah-istilah ciptaan baru langsung digunakan di komunitas Peranakan. Istilah Tuhan Allah jelas baru muncul setelah Alkitab diterjemahkan ke Bahasa Melayu. Tetapi tanpa ragu the istilah langsung digunakan untuk menyebut Thi Kong atau Thian. Thi Kong atau Thian adalah Tuhan Allah bagi Peranakan Cina. Dan, kalau istilah Tuhan sudah digunakan oleh Peranakan Cina, maka bisa dipastikan istilah itu akan menyebar dengan cepat di seluruh kepulauan Nusantara. Tadinya istilah Tuhan tidak dikenal di berbagai etnik Nusantara. Itu istilah baru, digunakan pertama kali dalam penerjemahan Alkitab ke bahasa Melayu. Dan dipopulerkan penggunaannya oleh Peranakan Cina.
 
Kata Tuhan memang berasal dari kata Tuan yg mulanya mungkin digunakan untuk menyebut orang asing yg dianggap perlu dihormati. Kata Tuan sendiri berasal dari kata Tua yg hampir semua orang mengira asli kosa kata Melayu. Saya sendiri berpendapat, kata Tuan itu berasal dari kata Tua di bahasa Hokkian. Tua di bahasa Hokkian merujuk kepada yg lahir paling awal. Lebih khusus lagi, saya berpendapat istilah Tuhan pertama-kali digunakan secara tertulis di dalam terjemahan Alkitab. Injil berbahasa Melayu yg pertama dicetak di tahun 1629, dan Alkitab lengkap berbahasa Melayu dicetak di tahun 1733. Istilah Tuhan marak di dalam Alkitab berbahasa Melayu.  Di dalam Taurat Musa atau yg lebih dikenal sebagai Sepuluh Perintah Allah tertulis: "Akulah TUHAN, Allahmu...."
 
Tuhan berasal dari kata Tuan. Dan Allah adalah terjemahan dari kata Elohim di dalam kitab aslinya. Alkitab tahun 1733 itu hasil keroyokan, dicek dan ricek oleh para orientalis paling canggih se-jamannya yg menguasai berbagai bahasa Timur Tengah. Mereka tahu bahwa Elohim di bahasa Ibrani adalah Allah di bahasa sehari-hari. Tuhan adalah kosa kata baru yg mulai digunakan secara tertulis di dalam Alkitab berbahasa Melayu. The istilah mulai populer ketika digunakan oleh Peranakan Cina sebagai carrier dari lingua franca kita. Aslinya etnik-etnik Nusantara tidak mengenal kata Tuhan. Orang Ambon, contohnya, dulunya menggunakan istilah "Tete Manis" untuk merujuk kepada sesuatu yg sekarang kita sebut sebagai Tuhan.
 
-
 
Saya baru ingat sebagian masyarakat kita, terutama dari etnik Jawa berharap sebentar lagi Indonesia akan menjadi Mercusuar Dunia. Sayangnya mereka tidak tahu bahwa satu dunia beradab sudah tidak pakai agama, sudah tidak ada istri yg sungkem sama suami, sudah tidak ada bagian waris anak perempuan yg jumlahnya separuh bagian anak lelaki. Masyarakat yg paling beradab malahan sudah melegalkan pernikahan jeruk sama jeruk between those yg doyan kontolz only, as well as those yg prefer jadi lezbongs. So, para pendukung Indonesia jadi Mercusuar Dunia mbok ya sadar dan mulai mengejar ketertinggalannya sehingga benarlah ramalan itu terbukti sebentar lagi. Indonesia bisa jadi Mercusuar Dunia kalau mau jadi liberal yg paling liberal.
 
Indonesia ini banyak anehnya. Katanya mao jadi Mercusuar Dunia. Mercusuar Dunia kok pake agama ? Mercusuar Dunia kok diskriminasi perempuan ? Mercusuar Dunia kok belum melegalkan pernikahan antara sesama pria, dan antara sesama wanita ? Mercusuar Dunia kok berisik, ada suara Adzan sehari lima kali ? Unacceptable.
 
Untuk menjadi Mercusuar Dunia, mayoritas masyarakat harus meninggalkan agama. Bukan menghapuskan agama, tetapi meninggalkannya sehingga cuma ada di dalam ruang lingkup pribadi dan tidak dipertontonkan untuk umum. Itu yg dilakukan oleh negara-negara yg sekarang maju dan menjadi Mercusuar Dunia. Kalau di masyarakat anda sendiri anak perempuan masih dipaksa menikah, dan kalau menikah harus sungkem kepada suaminya, dan cuma dapat warisan separuh dari bagian saudara lelakinya, maka lebih baik lupakan saja aspirasi menjadi Mercusuar Dunia. Jangan suka omong kosong, mending yg pasti-pasti saja. Mercusuar Dunia adalah negara maju yg menghormati Hak Asasi Manusia. Indonesia masih jauh sekali dari itu. Pelecehan HAM masih ada dimana-mana. Bukan hanya di masyarakat, melainkan di keluarga juga. Saya punya banyak teman perempuan yg dipaksa menikah karena usianya sudah 25 tahun. Yg repot, ada anak perempuan yg maunya menikah sama saya saja. Saya sendiri tidak mau menikah. Saya maunya kawin saja.
 
Seperti mitos Satrio Piningit, aspirasi menjadikan Indonesia sebagai Mercusuar Dunia juga berasal dari teman-teman kita di etnik Jawa. The aspiration is good, tapi mbok ya realistis. Masih banyak yg harus dilakukan. Untuk menggeser posisi AS dan negara-negara Barat sebagai Mercusuar Dunia saat ini, Indonesia masih harus merombak total tradisi yg masih dipertahankan sampe jenggotan. Di negara-negara Barat, warisan anak perempuan sama persis dengan bagian warisan anak lelaki. Tidak ada itu talak yg bisa dikeluarkan oleh lelaki saja. Tidak ada itu perempuan yg sungkem sama suami. Plus, sekarang negara-negara maju sudah banyak yg melegalkan pernikahan homosex dan lesbian. So, kalau serius mau membawa Indonesia menjadi Mercusuar Dunia, anda harus mulai bilang bahwa jeruk makan jeruk dan lesbongisme normal. Anda harus memberikan hak waris yg sama kepada anak perempuan. Anda harus bilang bahwa agama tidak penting. Semua orang berhak untuk menikah dengan siapa saja, tanpa memperdulikan latar belakang agama. Kalau hal-hal simple seperti itu saja anda tidak sanggup lakukan, maka tutuplah the aspirasi. Terimalah nasib sebagai bangsa kelas tiga atau, paling tinggi, kelas dua saja.
 
Mercusuar artinya penerang, menerangi jalan bagi kapal-kapal yg berlayar di lautan di malam hari. Sebagai Mercusuar Dunia, Indonesia konon akan mampu menerangi jalan bangsa-bangsa lain, seperti AS, Australia, Inggris, Perancis, Italia, Jerman, Belanda, dll... yg sekarang sudah jadi kapir. Menerangi adalah kiasan, ada sesuatu yg harus diberikan Indonesia. Now, what is something yg diberikan oleh Indonesia ? Tari Pendet dari Bali ? Wayang Kulit dari Jawa? Batik ? Atau upacara pernikahan yg melibatkan sungkem oleh perempuan ? -- Of course not. Kesenian adalah kesenian, dan tidak bisa dijadikan gaya hidup. Tidak bisa menjadi penerang. Kesenian adalah entertainment walaupun, kalau sudah keterlaluan seperti tradisi sungkem oleh perempuan terhadap suaminya di Jawa, yg ada bukanlah entertainment yg sehat, melainkan sakit. Sakit jiwa.
 
Sungkem asli Jawa dan bukan dari Arab. Jawa itu feodal, literaturnya juga literatur feodal, pesanan para raja. Untuk anda yg belum tahu, Negara Kertagama, Sutasoma, dan berbagai literatur yg dibanggakan itu semuanya karya pesanan raja-raja. Isinya very wah. Dibesar-besarkan. Raja disembah, rakyat diinjak. Lelaki adalah kepala, wanita buntut. Wanita harus sungkem kepada lelaki, dan bukan sebaliknya. Untuk anda yg belum tahu, di negara-negara yg sekarang menjadi Mercusuar Dunia, perlakuan terhadap wanita memang sudah bagus dari dahulu. Wanita tidak mencium tangan lelaki, tetapi lelaki yg mencium tangan wanita. Tidak ada itu istri-istri yg mencium tangan suami mereka seperti masih dipraktekkan di Indonesia saat ini. Mana mau perempuan di negara beradab mencium tangan suami ?
 

 
Mana mau perempuan di negara beradab mencium tangan suami ?

Widya Noviyanti: Koq pendapatku beda yaaa.. Mencium tangan suamiku sama sekali bukan paksaan.. Sama kayak waktu aq kecil mencium tangan kedua orang tuaku.. Sampai skr aq masih melakukannya tiap hari.. Dan aq jg nggak merasa turun derajat tuh.. Buat aq mencium tangan mrk adalah tanda aq menghormati mrk.. Tidak lebih..
23 hours ago · Like
Anita Yohanna Wewegombel: kenapa tdk cium pipi sekalian yah,,,apa jidat,,apa .....
20 hours ago · Like
Liana Ningtyas: bagus kalo masih memakai cara itu,,sama halnya memberi penghargaan buat orang tua,,
14 hours ago · Like
Leonardo Rimba II: Manusia yg menjadi budak tentu saja tidak menyadari dirinya budak. Seumur hidup dia akan jadi budak, mencium tangan suami, mencium tangan orang tua. Dan itu tidak apa. Sedangkan manusia-manusia lainnya sudah ada yg menjadi bebas, lepas dari segala macam simbol seperti cium tangan, cium pantat, dlsb...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar