26 Okt 2011

Pelajarilah Pembentukan NKRI, Ini Negara Sekuler

by Leonardo Rimba on Wednesday, October 26, 2011 at 11:28am

Melaka used to be a koloni Belanda sebelum ditukar guling dengan Inggris. The Peranakan Cina sudah bercokol disana ratusan tahun, dan berperan penting menyebarkan bahasa Melayu Pasar sebagai lingua franca di seluruh kepulauan Indonesia. My mata ketiga bilang, ada kata-kata penting yg berasal dari komunitas Peranakan Cina, asalnya dari bahasa Hokkian (salah satu dialek Cina) dan marak digunakan di Indonesia. Those are, al: Tua, Tuan, dan Tuhan.
 
Tua - Tua artinya ya itu, tua.
 
Tuan - Tuan digunakan untuk menyebut lelaki dewasa yg bukan Peranakan Cina; misalnya orang Belanda atau orang Arab.
 
Tuhan - Penggeseran arti Tuan menjadi sesuatu yg disembah.
 
Yg lucu, ada satu kata yg digunakan khusus untuk Peranakan Cina saja, yaitu kata Baba
 
Yg lucu, ada satu kata yg digunakan khusus untuk Peranakan Cina saja, yaitu kata Baba
 
Dari Baba, the kata berubah sedikit menjadi kata Bapa (tanpa k) seperti masih bisa dijumpai di Doa Bapa Kami yg dipakai orang Kristen. Bapa lalu dituliskan menjadi Bapak, dan mulai digunakan secara marak setelah kemerdekaan RI untuk menyebut lelaki dewasa. Maksud utamanya untuk menggantikan istilah "Yang Mulia", seperti kata "Yang Mulia Presiden", dst.
 
Saya masih ingat jelas tulisan yg berasal dari masa awal kemerdekaan, yg menyerukan agar istilah "Yang Mulia" diganti saja dengan istilah "Bapak". Bukan dengan istilah "Tuan", karena menurut asal-usulnya, the istilah Tuan cuma digunakan untuk memanggil orang asing. Biasanya orang Belanda atau Arab. Orang Belanda atau Arab dipanggil dengan sebutan "Tuan" menurut kaidah Melayu Pasar.
 
Tetapi orang Peranakan Cina dipanggil dengan sebutan "Baba".
 
Orang kebanyakan dipanggil dengan sebutan "Bapa". Ternyata istilah itu dianggap egaliter dan pantas dipakai untuk menyebut kalangan sendiri, sehingga diadopsi oleh kalangan republiken untuk menyebut para pejabatnya. Makanya di Indonesia kita kenal istilah "Bapak Presiden". Tadinya, waktu baru merdeka, the istilah was "Yang Mulia Presiden." 
 
Untuk anda yg teliti, bisa diperhatikan bahwa istilah "Bapak" tidak dikenal di Malaysia dan Singapura. Disana masih dipakai istilah "Baba", yg digunakan untuk menyebut lelaki dewasa Peranakan Cina.
 
Istilah "Bapa" cuma ada di dalam Doa Bapa Kami. Ini terjemahan doa utama orang Kristen yg dilakukan ratusan lalu oleh para misionaris. Mungkin the penterjemahs tidak bisa menemukan kata yg pas kecuali kata "Baba". Tetapi karena "Baba" digunakan untuk menyebut lelaki dewasa, sedangkan doa itu ditujukan untuk menyebut God the Father, makanya penulisannya sedikit dibedakan. Dari "Baba" akhirnya diciptakan istilah baru, yaitu "Bapa".
 
Kemungkinan penyebarannya sbb. Istilah "Baba" tetap digunakan untuk menyebut Peranakan Cina. Tetapi istilah "Bapa" mulai digunakan untuk menyebut kalangan sendiri yg bukan Peranakan Cina. Kata "Bapa" dianggap lebih bernuansa pribumi dibandingkan dengan kata "Baba" yg jelas sekali asal usulnya. Sedangkan orang Belanda sendiri tidak mau dipanggil "Bapa". Itu dianggap merendahkan. Untuk Belanda dan Arab, dipakai istilah "Tuan".
 
Kurang lebih seperti itulah kalau direkonstruksi perkembangannya. Jadi, dulu "Tuan" adalah untuk keturunan Belanda, Arab (dan mungkin India juga). Kata "Baba" untuk Peranakan Cina. Dan kata "Bapa" (adaptasi dari kata "Baba") untuk menyebut pribumi.
 
The kata "Bapa" (yg kemudian menjadi "Bapak") belum populer di Indonesia sampai setelah kaum Republiken berbondong-bondong mengadopsinya untuk menggantikan istilah "Yang Mulia Perdana Menteri" dan "Yang Mulia Presiden Sukarno".
 
Karena presiden, para menteri dan semua pejabatnya sekarang sudah menjadi "Bapak", maka populerlah istilah itu di Indonesia. Semua lelaki dewasa dari kalangan pribumi akhirnya disebut "Bapak".
 
Lucunya, salah kaprah muncul lagi.
 
Akhirnya kata "Tuan" digunakan untuk menyebut lelaki dewasa di kalangan Peranakan Cina. Orang Indonesia mengira, peranakan Cina adalah orang asing, makanya lebih pantas disebut "Tuan". Dan tidak pantas disebut "Bapak" yg, konon, khusus digunakan untuk pribumi saja.
 
Pedahal the kata "bapak" asal-usulnya dari kata "baba" yg asli milik orang Peranakan Cina.
 
-
 
Di bahasa Hokkian, "Tua" artinya old. Tua-pek (paman tertua), Tua-ie (bibi tertua).
 
Tuan - Mungkin aslinya diucapkan sebagai Toan, digunakan sebagai panggilan untuk menghormati pejabat (in this case orang Belanda).
 
Tuhan - Kemungkinan ini istilah yg diciptakan ketika dilakukan penerjemahan Alkitab oleh para misionaris. Mereka ambil kata "Tua" dan "Tuan", dan lalu ditambahkan "h" untuk memberikan penekanan bahwa ini sesuatu yg disembah, dan bukan tuan-tuan sembarangan. Tuhan itu dari bahasa Hokkian. Kalau bahasa Arab-nya bukan Tuhan, tapi "Ilah".
 
So, ada istilah-istilah "Tuan, Nyonya". Dan sekarang ditemukan lagi, istilah "Bapak", ternyata memang asalnya dari bahasa Melayu Pasar yg digunakan oleh Peranakan Cina. Di Malaysia tetap digunakan yg asli, yaitu Baba dan Nyonya, untuk menyebut Peranakan Cina. Untuk menyebut orang Melayu digunakan istilah Tuan dan Puan. Itu pun tidak asli Melayu, karena the istilah "Tuan" juga berasal dari bahasa Hokkian.
 
Tua, Tuan, Tuhan. Baba, Bapa, Bapak.
 
Dan itu tentu saja tidak apa-apa. Kita memang banyak mengadopsi kata-kata dari bahasa asing menjadi bagian dari perbendaharaan kata Indonesia.
 
Abah dan Umi di bahasa Sunda berasal dari bahasa Arab.
 
Ceuceu di bahasa Sunda kemungkinan berasal dari istilah Hokkian juga, yaitu cici (artinya kakak perempuan).
 
Papi dan Mami berasal dari bahasa Belanda.
 
Mak (nenek) dan Kong (kakek) di bahasa Betawi berasal dari bahasa Hokkian. Babe di bahasa Betawi juga berasal dari bahasa Hokian, yaitu Baba. Kata ganti gua dan lu juga. 
 
Tapi itu semua menurut saya tidak sepenting kata-kata yg akarnya dari "Tua", yaitu: Tua, Tuan dan Tuhan.
 
Dan kata-kata yg akarnya dari "Baba", yaitu: Baba, Bapa dan Bapak.
 
Saya bukan sejarawan, bukan juga ahli ilmu bahasa (linguist), tapi intuisi saya bilang, penerjemahan Alkitab ke bahasa Melayu yg sudah dimulai sejak tahun 1612 banyak membakukan kata-kata yg tadinya digunakan di kalangan Peranakan Cina saja. Dibakukan sehingga menjadi kosa kata bahasa Melayu (dan bahasa Indonesia juga, sekarang). Banyak diambil kata-kata dari bahasa Portugis, perbendaharaan kata Peranakan Cina, dan juga istilah-istilah dari bahasa Arab.
 
-
 
Satu kata yg saya ingat jelas di Alkitab Perjanjian Baru, dan asalnya dari bahasa Arab adalah "kesalehan". Di bahasa Inggris, istlah ini dituliskan "Godliness". Kesalehan itu kata benda, asal katanya dari bahasa Arab. Dan biasanya berbentuk kata sifat: sholeh atau sholeha. Tetapi di Perjanjian Baru, kata itu menjadi kata benda, yaitu "kesalehan". Itu Godliness di bahasa Inggris, yg sebenarnya bisa juga diterjemahkan sebagai "Ketuhanan" seperti di sila pertama Pancasila.
 
Di atas kita sudah lihat bahwa istilah "Tuhan" asal katanya dari kosa kata Peranakan Cina. Kata "Maha" dan "Esa" dari bahasa Sansekerta. Yg asli Melayu / Indonesia cuma awalan dan akhiran "ke-an", plus kata sambung "yang".
 
Whatever the asal-usul kata-kata yg digunakan, saya cuma mau menegaskan, bahwa the sila pertama dari Pancasila memiliki arti sebagai: kesalehan. Kata sifatnya sholeh atau sholeha, kalau pakai istilah yg asalnya dari bahasa Arab. Dan itu tentu saja tidak ada hubungannya dengan agama. Sholeh atau sholeha adalah perilaku yg berbudi pekerti. Penuh integritas, tidak ngawur. Merujuk kepada manusia per manusia. Manusia yg ber-integritas.
 
Sama sekali tidak merujuk kepada agama.
 
Kalau saya lihat Pancasila, dari nomor 1 sampai nomor 5, urutannya dari mikro sampai makro. Dari manusia pribadi sampai tujuan pembentukan komunitas menyeluruh yg mencakup seluruh Indonesia.
 
Perhatikanlah:
 
1) Ketuhanan yang maha esa. - Artinya kesalehan, merujuk kepada integritas pribadi seorang manusia Indonesia
 
2) Perikemanusiaan yang adil dan beradab. - Merujuk kepada nilai-nilai yg dipegang masyarakat.
 
3) Persatuan Indonesia. - Merujuk kepada komitmen politik satu wilayah Indonesia.
 
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. - Merujuk kepada sistem pemerintahan.
 
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. - Merujuk kepada tujuan pembentukan negara Indonesia.
 
Sama sekali tidak ada agama.
 
Menurut aturan pembentukannya, Indonesia ini adalah negara sekuler. Negara tidak mencampuri urusan agama warganegara, sama persis seperti aturan yg dipakai oleh Belanda dan Jepang di Indonesia. Tetapi segalanya mulai bergeser menjadi runyam ketika negara mulai ngurusin orang pergi naik haji. Tadinya Kantor Urusan Haji, akhirnya jadi Departemen Agama. Dan mulai menjadi gurita yg menjerat kemana-mana setelah Suharto berkuasa. Aslinya tidak begitu.
 
Pelajarilah pembentukan NKRI, ini negara sekuler.



Istilah bisa beda walaupun merujuk kepada hal yg sama. Di Malaysia dan Singapura, ini kebaya nyonya, yaitu kebaya yg digunakan oleh perempuan Peranakan Cina. Nyonya adalah sebutan untuk perempuan Peranakan Cina saja disana. Di Indonesia, disebut Kebaya Encim.

· · · Share
You, Johannes Nugroho Onggo Sanusi and Anton Vermillion like this.
1 share

Ni Nengah Hardiani: salah satu tren kebaya yang banyak dipakai oleh wanita bali beberapa tahun terakhir, seperti di foto notes ini. dari bahan kain yang dibordir di bagian pinggirnya. untuk bawahan juga banyak dipakai yg seperti di foto, batik berwarna cerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar