26 Okt 2011

subconscious mind

Dr. Setiawan: Semua stimulus yang sempat tertangkap oleh pancaindera, menjadi aliran bio-electric, baik yang ditangkap secara sadar, maupun yang ditangkap secara tidak sadar.

Yang ditangkap secara sadar adalah stimulus-stimulus yang berkaitan dengan kebutuhan instink-instink dalam diri manusia.

Yang ditangkap secara tidak sadar tidak melibatkan conscious mind, karena tidak berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan instink dalam diri manusia. Kendati demikian, semua stimulus tersebut, baik yang disadari maupun tidak disadari, akan tetap terkumpul, tersimpan, dan tersusun sebagai medan energi bio-electric. Ini yang disebut subconscious mind.

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang bisa berada dalam kesadaran subconscious mind, ketika:

ia sedang berpikir mendalam tentang suatu problem;

ia sedang berpikir mendalam untuk menganalisa suatu alasan;

ia sedang berpikir mendalam mengenai filsafat;

ia sedang berhalusinasi;

ia sedang melakukan visualisasi atau kegiatan mental yang lain; dan

ia sedang melamun/berkhayal atau berimajinasi.

Intensitas pikiran bisa membuat seseorang melampaui conscious mind dan memasuki subconscious mind. Namun ketika intensitasnya menurun, ia pun kembali pada conscious mind.



Anand Krishna: Tentang isi subconscious mind itu sendiri, Dokter, saya pernah berbincang-bincang dengan seorang ahli hypnosis. Ia menjelaskan, misalnya seseorang sedang dalam perjalanan dari titik 'A' sampai titik 'B', maka apa pun yang ada sepanjang jalan akan terekam dalam subconscious mind. Padahal, seperti Dokter jelaskan, banyak hal yang tidak berkaitan dengan kebutuhan instink dalam dirinya.

Misalnya, jumlah tiang listrik yang ada antara Titik 'A' dan Titik 'B' sudah jelas tidak berkaitan dengan kebutuhan instinknya, tetapi tetap juga terekam. Jadi bukan hanya iklan makanan, iklan kondom(inium), dan iklan tempat peristirahatan yang terekam.

Nah, dalam keadaan dihipnotis seseorang bisa menyebut jumlah tiang tersebut. Seolah-olah mengambil data tersebut dari subconscious mind. Berarti, selama ini subconscious mind kita banyak menyimpan sampah juga. Termasuk filsafat. Dan ini menarik sekali. Jika apa yang kita baca hanya dijadikan konsumsi otak, maka akan menjadi sampah dalam 'tong subconscious'. Kemudian kita akan mencocok-cocokkan apa pun yang kita baca dengan 'sampah referensi' yang sudah ada dalam 'tong subconscious' itu.

Jadi kita tidak bisa menerima 'apa adanya'. Kita akan selalu membandingkan dengan 'apa yang sudah ada' dalam referensi kita. Kesalahpahaman, pertikaian, dan perang antar-agama – semuanya terjadi karena itu.

Yang memiliki referensi Yesus akan membandingkan kehidupan dan perilaku Muhammad dengan Yesus. Sudah jelas, tidak cocok. Muhammad adalah Muhammad dan Yesus adalah Yesus. Begitu pula dengan mereka yang memiliki referensi Veda, lalu ingin membandingkannya dengan Dhammapada – atau sebaliknya.

Subconscious mind membuat kita kehilangan kemampuan untuk melihat sesuatu 'sebagaimana adanya'. Subconscious mind membuat kita tidak pernah hidup dalam kekinian. Kita akan selalu memikirkan masa lalu, atau mengkhawatirkan masa depan.

Indonesia sudah relatif aman, tetapi mereka yang masih mengenang kerusuhan beberapa tahun yang lalu masih tidak merasa aman. Banyak di antaranya masih berada di luar negeri. Dan jika kita pikir mereka cukup happy di sana – tidak juga! Berada di luar negeri, mereka membandingkan kehidupan di sana dengan kehidupan di Indonesia. Di Jakarta, bisa punya sopir, bisa punya empat pembantu. Di sana hanya satu pembantu. Mau pulang ke Indonesia masih ada kekhawatiran, jangan-jangan Indonesia kacau lagi. Mereka sengsara. Dan sebab kesengsaraan mereka adalah subconscious mind.

Membaca buku pun, kita tidak pernah bisa melakukan dengan sepenuh hati. Baru baca satu kalimat, kita akan mengaitkannya dengan Al-Qur'an, atau Alkitab, atau Veda, atau Dhammapada. Apakah kalimat yang kita baca dibenarkan oleh kitab-kitab tersebut? Kita tidak sadar bahwa banyak hal yang tidak ada dalam kitab-kitab tersebut. Cara membuat insulin dari lemak babi, tidak dijelaskan dalam kitab-kitab tersebut. Cara pembuatan 'Permen Polo' yang menggunakan ekstrak sapi tidak dijelaskan dalam kitab-kitab tersebut. Bahwasanya agama harus dilembagakan dan diketuai oleh seorang bapa suci tidak dijelaskan pula. Yang menolak segala macam persembahan luaran akan disembah-sembah – itu pun tidak ada.

Synap-synap yang sudah hampir permanen dan membentuk subconscious, merupakan sampah yang harus dibuang. Meditasi merupakan cara untuk membuangnya.



(Ilmu Medis dan Meditasi, Gramedia, 2000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar