25 Okt 2011

Mengenal Bahasa Sansekerta dan Terapi Warna


Fisika modern telah membuktikan bahwa seluruh alam semesta ini sedang bervibrasi. Alam semesta mempunyai getaran yang saling tumpang tindih dengan rentang frekuensi yang tidak terbayangkan. Karena semua adalah vibrasi dengan frekuensi tertentu, maka manipulasi elemen atau materi di alam semesta ini pun bisa dilakukan dengan frekuensi tertentu pula. Salah satu metode yang digunakan oleh para Resi adalah menggunakan simbol-simbol. Simbol-simbol dengan kombinasi tertentu dapat menciptakan hasil yang spesifik. Simbol-simbol ini kemudian dikumpulkan dan sekarang dikenal sebagai 'Bahasa Sansekerta', yang artinya 'telah disempurnakan'.
Bahasa Sansekerta adalah bahasa teknik karena dirancang khusus untuk keperluan tertentu. Bahasa Sansekerta bukanlah bahasa percakapan sehari-hari. Bahkan menurut penelitian ilmuwan NASA, Badan Penerbangan Angkasa Amerika Serikat, Bahasa Sansekerta adalah satu-satunya bahasa yang bisa diterjemahkan secara langsung ke dalam bahasa pemrograman komputer.
Sementara bahasa-bahasa lain membutuhkan parser (untuk memisahkan sintaksis) agar dapat dimengerti komputer dan membutuhkan karakter alfanumerik (angka dan tanda baca), Bahasa Sansekerta mampu melakukannya dengan jelas tanpa keduanya. Tidak heran selama ribuan tahun Bahasa Sansekerta dipakai sebagai sebagai bahasa tulisan dalam berbagai bidang profesi, seperti matematika, hukum, filsafat, linguistik, astronomi, kedokteran, sastra dan lain sebagainya.
Setiap pengucapan A-U-M dengan intonasi dan nada tertentu akan menghasilkan efek tertentu. Distorsi pada suara awal AUM menciptakan perbedaan frekuensi yang disebut Dvani atau pola frekuensi. Perbedaan pola ini disebut Varna yang kemudian menjadi suku kata Sansekerta. Kata 'warna' dalam bahasa Indonesia juga berasal dari kata Varna Bahasa Sansekerta, yang sebetulnya merujuk pada rentang frekuensi beraneka ragam. Setiap warna memiliki rentang frekuensi sendiri. Karena warna juga adalah vibrasi, warna bisa digunakan sebagai terapi menyeimbangkan frekuensi organ-organ tubuh.
Dalam dunia medis saat ini terapi warna sudah mulai diterima sebagai terapi komplementer. Prinsip dasar dari terapi warna adalah setiap organ atau anggota tubuh bekerja pada rentang frekuensi tertentu. Jika organ tersebut frekuensi kerjanya berubah, organ tersebut akan mengalami gangguan fungsi.
Dalam terapi warna, setiap warna akan memberikan respons yang berbeda ke syaraf-syaraf otak dan dari otak diteruskan ke organ-organ tertentu yang juga beroperasi pada rentang frekuensi tertentu. Sebagai contoh, seseorang yang mengalami gangguan pada ginjal dapat terbantu proses pemulihannya jika ia melihat warna oranye. Warna ini akan merangsang syaraf-syaraf di otak dan mengaktifkan hormon tertentu. Setelah itu impuls-impuls tersebut akan diteruskan ke ginjal dan membuat ginjal kembali bekerja pada rentang frekuensinya sendiri.
Bahasa Sansekerta sendiri dianggap sebagai bahasa tertua yang terstruktur, karena sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, dan aksara pembentuknya berasal dari perbedaan frekuensi.
Suara + Arti = Materi. Dalam bahasa Fisika Kuantum, bisa diartikan sebagai: vibrasi suara yang diucapkan dengan tujuan tertentu akan membentuk materi. Dan memang materi inilah yang akan muncul. Setiap vibrasi adalah energi. Setiap tujuan atau niat juga memiliki massa. Maka, yang terjadi adalah materi yang memiliki energi dan massa.
Dalam keadaan jaga, materi yang tercipta tidak akan terlihat. Tetapi, setiap energi tidak pernah musnah. Apa pun yang pernah ada, akan tetap ada dan hanya berubah bentuk. Bentuk dan komposisi bisa berubah-ubah meskipun substansinya tidak.
Aksara-aksara yang digunakan dalam Bahasa Sansekerta disebut Devnagari (bahasa atau tulisan para Dewa). Dewa atau Malaikat, sesungguhnya, adalah elemen-elemen dasar pembentuk materi. Melalui Bahasa Sansekerta, seseorang dapat berinteraksi langsung dengan elemen-elemen alam. Karena seluruh aksara berasal dari variasi frekuensi, maka mantra-mantra Sansekerta yang disuarakan dengan benar akan menciptakan vibrasi tertentu dan mempengaruhi semua tingkat fisik, emosi, mental, energi, dan spiritual. Bahkan, menilik teori Fisika Modern di atas, vibrasi tertentu akan dapat menciptakan materi, meski untuk mewujudkannya dibutuhkan energi yang luar biasa besar.
Bahasa Sansekerta sendiri mengalami beberapa kali perubahan tata bahasa. Tata bahasa disebut sebagai vyakarana, yang arti harafiahnya 'analisa yang dibedakan'. Tata bahasa terakhir Sansekerta dibuat oleh Panini pada 1300 SM (ada yang menyebut 500 SM). Panini menyebut tata bahasa ini sebagai Ashtadhyayi. Dalam 4000 ayat-ayat pendeknya, beliau menunjukkan bagaimana kerja Bahasa Sansekerta dan kombinasi yang bisa muncul baik arti maupun efeknya secara filosofis.
Ilmuwan NASA telah membuktikan bahwa Bahasa Sansekerta adalah satu-satunya bahasa yang dapat mengekspresikan setiap kondisi yang ada di alam semesta dengan jelas (unambiguous). Dengan struktur bahasa yang sempurna, Bahasa Sansekerta dapat dan telah digunakan sebagai Bahasa Kecerdasan Buatan, Artificial Intelligence.
Rigg Briggs, seorang peneliti NASA, menjelaskan bahwa struktur Panini bisa digunakan untuk menciptakan bahasa tingkat tinggi yang efisien dan sistematis tanpa perlu menggunakan karakter alfanumerik yang sekarang dipakai dalam semua bahasa tingkat tinggi komputer. Bahasa tingkat tinggi artinya, bahasa yang menyerupai bahasa manusia dan merupakan jembatan instruksi manusia dengan mesin (komputer). Bahasa tingkat tinggi ini berkebalikan dengan bahasa mesin (bahasa tingkat rendah) pada komputer yang terdiri atas kombinasi biner: 0 dan 1 (open and close positions).
Penelitian-penelitian tentang bagaimana aturan-aturan Panini dapat diterapkan dalam software sedang dilakukan di banyak tempat seperti Akademi Penelitian Sansekerta dan Siddhaganga Mutt di Karnataka. Bahkan dalam linguistik, aturan ini pun dapat diterapkan karena aturan Panini juga melingkupi aktivitas otak dan cara kerja suara manusia. Contoh, lebih mudah mengatakan jagat + naatha sebagai jagannaatha (dalam Bahasa Sansekerta) atau abd-ul + rahman sebagai abd-ur-rahman (dari Bahasa Semit) – keduanya mengikuti aturan fonetik Panini. Hal ini juga berarti bahwa bahasa Semit pun berasal dari Sansekerta. Diperkirakan sebagian besar bahasa-bahasa kuno di bumi seperti bahsa Persia, Yunani, Teutonic, dan Celtic berasal dari Sansekerta.
Setiap mekanisme tata bahasa dalam Bahasa Sansekerta sudah disempurnakan. Setiap penjelasan tentang kondisi emosi serta berbagai kondisi lainnya sudah baku dan tidak mengalami perubahan selama ribuan tahun. Bahasa Sansekerta tidak mengalami penambahan kata baru karena semuanya sudah ada, termasuk materi apa pun di muka bumi sudah ada istilahnya. Jika para Resi sudah mengetahui tentang sistem ucapan manusia yang canggih ini pada ribuan tahun yang lalu, maka para ilmuwan Barat baru menyadarinya pada abad ini.
Tetapi, bahasa peninggalan dari Sindhu tidak saja muncul di India dan melebar ke Eropa. Di Indonesia peradaban yang mirip sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Bahasa Indonesia akarnya berasal dari Melayu dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Tetapi, bahasa-bahasa daerah di Indonesia banyak yang berasal dari Bahasa Sansekerta. Contoh, varna di Indonesia menjadi warna; Bhumi menjadi bumi; dev menjadi dewa/dewi; jiva menjadi jiwa, dan lain sebagainya.
Bahasa Daerah Jawa misalnya, tidak menggunakan huruf alfabet a-z, tetapi menggunakan aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka yang masing-masing mempunyai arti filsafatnya. Bahasa Jawa dan Bali menggunakan aksara yang sama meskipun dengan pengucapan yang berbeda. Aksara-aksara ini mempunyai kemiripan dengan aksara-aksara bahasa Telugu yang digunakan di India Selatan.
Hal-hal seperti ini menunjukkan ketinggian suatu budaya di mana suatu kata tidak terbentuk oleh sekedar alfabet, tetapi aksara dengan lafal yang berirama, mempunyai vibrasi, dan arti tertentu.

(Sains dan Spiritualitas, Roy Budi Efferin, One Earth Media, 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar